Qaidah 15: Perbedaan dalam Memberikan Ilmu kepada yang Bukan Ahlinya

Sumber Meta Ai


 قَاعِدَةٌ(١٥)

الاخْتِلَافُ فِي بَذْلِ الْعِلْمِ لِغَيْرِ أَهْلِهِ

perbedaan dalam memberikan ilmu kepada yang bukan ahlinya 

أَهْلِيَّةُ الشَّيْءِ تَقْضِي بِلُزُوْمِ بَذْلِهِ لِمَنْ تَأَهَّلَ لَهُ؛ إِذْ يُقَدِّرُهُ حَقَّ قَدْرِهِ، وَيَضَعُهُ فِي مَحَلِّهِ، وَمَنْ لَيْسَ بِأَهْلٍ فَقَدْ يُضَيِّعُهُ، وَهُوَ الغَالِبُ. أَوْ يَكُونُ حَامِلًا لَهُ عَلَى طَلَبِ نَوْعِهِ، وَهُوَ النَّادِرُ؛ وَ مِنْ ثَمَّ اخْتَلَفَ الصُّوفِيَّةُ فِي بَذْلِ عِلْمِهِمْ لِغَيْرِ أَهْلِهِ.

 فَمِنْ قَائِلٍ: لَا يُبْذَلُ إِلَّا لِأَهْلِهِ، وَهُوَ مَذْهَبُ النُّوْرِيِ(1) وَغَيْرِهِ.

وَمِنْ قَائِلٍ: يُبْذَلُ لِأَهْلِهِ, وَلِغَيْرِ أَهْلِهِ.

وَالعِلْمُ أَحْمَى جَانِبًا مِنْ أَنْ يَصِلَ إِلَى غَيْرِ أَهْلِهِ وَهُوَ مَذْهَبُ الجُنَيْدِ رَحِمَهُ اللهُ. إِذْ قِيلَ لَهُ:"كَمْ تُنَادِي عَلَى اللَّهِ بَيْنَ يَدَيِ الْعَامَّةِ؟" فَقَالَ: "لَكِنِّي أُنَادِي عَلَى الْعَامَّةِ بَيْنَ يَدَيِ اللَّهِ تَعَالى" انتهى.

يَعْنِي أَنَّهُ يَذْكُرُ لَهُمْ مَا يَرُدُّهُمْ إِلَيْهِ؛ فَتَتَّضِحُ الحُجَّةُ لِقَوْمٍ، وَتَقُومُ عَلَى آخَرِينَ؛ وَالحَقُّ اخْتِلَافُ الحُكْمِ بِاخْتِلَافِ النِّسَبِ وَالْأَنْوَاعِ ، وَاللّهُ أَعْلَمُ.


(1) النوري: هو أبو الحسن أحمد بن محمد النوري من كبار الصوفية صحب سري السقطي وكان من أقران الجنيد. توفي سنة: 295 هجرية من أقواله: "كانت المراقيع غطاء على الدر، 

فصارت اليوم مزابل على جيف".

 قال الجنيد في شأنه : "منذ مات النوري لم يخبر عن حقيقة الصدق أحد".


Kelayakan sesuatu mengharuskan untuk memberikannya kepada orang yang memenuhi syarat untuk menerimanya; karena dia akan memperlakukannya dengan benar sesuai kadar yang seharusnya, dan menempatkannya pada tempatnya, Orang yang bukan ahlinya bisa jadi akan menyia-nyiakannya, dan ini adalah keadaan yang umum.  atau mungkin dia akan membawanya untuk mencari sesuatu yang sejenis, dan ini adalah situasi yang jarang terjadi. Oleh karena itu, kaum sufi berbeda pendapat dalam memberikan ilmu mereka kepada bukan ahlinya.

Ada yang mengatakan: ilmu tidak boleh diberikan kecuali kepada ahlinya, dan ini adalah pandangan An-Nuri dan lainnya.

Ada juga yang mengatakan: ilmu dapat diberikan kepada ahlinya maupun bukan ahlinya.

 ilmu lebih terjaga dari sampai kepada mereka yang bukan ahlinya. Ini adalah pandangan yang dipegang oleh kelompok seperti; Al-Junaid Rh. Ketika dia ditanya: 'Berapa kali Anda menyeru kepada Allah di hadapan umum?' Dia menjawab: 'Namun, aku menyeru untuk umum di hadapan Allah'.

Maksudnya adalah dia mengingatkan sesuai yang mengembalikan mereka kepada Allah, sehingga argumen tersebut jelas untuk beberapa orang dan juga untuk orang lain. Dan yang benar adalah perbedaan hukum berdasarkan perbedaan penisbatan atau perbandingan dan sejenisnya.


شرح عند الأستاذ الشيخ محمد إدريس طيب :

لقد أشار الشيخ أحمد زروق إلى الموضوع سابقا، ويعود في هذه القاعدة لبسط الكلام فيه؛ فالأهلية مطلوبة في كل شيء؛ والمؤهل لطالب العلم، ومن يبذل له هو من تتوفر فيه الشروط التي تؤهله لذلك منها:

Syekh Ahmad Zarruq telah menyebutkan hal ini sebelumnya, dan dalam kaidah ini ia kembali memperluas pembahasan. Keahlian diperlukan dalam setiap hal. Yang dianggap layak diperuntukkan bagi penuntut ilmu, dan orang yang memberikan ilmu kepadanya adalah orang yang memiliki syarat-syarat yang membuatnya layak untuk itu. Di antara syarat-syarat tersebut adalah:

  • أن يقدر العلم حق قدره ويضعه في محله؛ ومحله طلب مرضاة ربه، وتوظيفه  فيما يعود عليه وعلى المجتمع بالنفع الديني  والدنيوي؛ لأن من يطلبه لغير ذلك غالبا ما يعود عليه بالضرر؛ وقل من يطلب العلم لذاته.

Bahwa seseorang harus menghargai ilmu sesuai dengan nilai dan menempatkan ilmu pada tempatnya. Kedudukan ilmu (yang haqiqi) adalah untuk mencari ridha Allah dan memanfaatkannya untuk kebaikan agama dan dunia, baik bagi dirinya sendiri maupun bagi masyarakat. Karena orang yang mencari ilmu dengan niat selain itu, biasanya malah mendapatkan kerugian. Jarang sekali ada orang yang mencari ilmu hanya demi ilmu itu sendiri.

وقد اختلف الصوفية في بذل علمهم – الوهبي لا الكسبي – إلى قسمين:

Para sufi berbeda pendapat dalam hal memberikan ilmu mereka - wahbi (ilmu yang didapat dari Allah) bukan kasbi (ilmu yang didapat dari belajar).  Mereka terbagi menjadi dua golongan:

  • فريق كان لا يبذل علمه إلا لمن توفرت فيه شروط تؤهله لحمل العلم الرباني؛ وممن طبق ذلك النوري؛ ومما أوثر عنه أنه قيل له: "ألا تذكر أصحابك؟ قال: إنهم في حجاب القطيعة"؛ وهذا مذهب الإمام الثوري.

Golongan pertama yang tidak memberikan ilmunya kecuali kepada orang-orang yang memenuhi syarat-syarat untuk menerima ilmu rabbani. Salah satu tokoh yang menerapkan hal ini adalah An-Nuri. Disebutkan bahwa ada yang pernah bertanya kepadanya: "Mengapa Anda tidak mengajarkan ilmu kepada sahabat Anda?" Dia menjawab, "Karena mereka berada dalam hijab (dari Allah)." Ini adalah juga pandangan dari Imam Ats-Tsauri.

  • فريق كان يبذل علمه للجميع بدون استثناء، وممن عمل بذلك الإمام الجنيد؛ وإن كان يلتزم بمراعاة مستويات المخاطبين علما، وسلوكا، وحالا وذوقا.

Golongan kedua yang memberikan  ilmunya kepada semua orang tanpa terkecuali. Salah satu tokoh yang menerapkan pendekatan ini adalah Imam Al-Junaid. Meski begitu, beliau tetap memperhatikan tingkatan para pendengar dari segi ilmu, suluk (perjalanan spiritual), hal (keadaan spiritual), dan rasa (keadaan hati).

 قيل للجنيد: "كم تنادي على الله بين يدي العامة؟ قال: لكن أنادي على العامة بين يدي الله تعالى". يعني أن كلامه حجة عليهم، ومحجة لمن أراد الطريق منهم، وتنبيها لمن غفل منهم.

Dikatakan kepada Imam Al-Junaid: "Seberapa sering Anda menyeru kepada Allah di hadapan orang banyak?" Ia menjawab: "Aku menyeru kepada orang banyak.” sebagai hujjah bagi mereka, dan sebagai petunjuk bagi siapa pun yang ingin berjalan di jalan-Nya, serta sebagai peringatan bagi mereka yang lalai." Ini berarti bahwa perkataannya menjadi hujjah bagi orang-orang, petunjuk bagi yang mencari jalan, dan peringatan bagi yang lupa.

ثم إن ما قاله إنما يجري في باب الأحكام والتزكية والمشوقات؛ وإلا فإعطاء كل ذي حق حقه مطلوب.

Kemudian, apa yang beliau katakan berlaku dalam hukum, tazkiyah musyawiqot, dan hal-hal yang mendorong. Jika tidak maka, memberikan setiap hak kepada yang berhak merupakan hal yang wajib.

سأكتم من علمي به ما أصونه ۞ وأبذل منه ما أرى الحق يبذل(2)


 (2)شرح المباحث الأصلية


"Aku akan menyimpan ilmu yang aku miliki dengan baik, dan akan aku berikan kepada orang lain apa yang aku lihat sebagai kebenaran yang harus disebarkan."

قال ابن عربي: "العلوم ثلاثة:

  • علم ظاهر نبذله لأهل الظاهر.

  •  وعلم باطن لا يسع إظهاره إلا لأهله.

  • وعلم هو سر بين العالم وبين الله؛ وهو حقيقة إيمانية لا يظهره لأهل الظاهر، ولا لأهل الباطن"(3).


 (3)رسائل ابن عربي.


Ibn Arabi berkata bahwa ilmu itu ada tiga:

1. Ilmu Zahir : ilmu yang kami berikan kepada ahli dhohir.

2. Ilmu Batin : adalah ilmu yang tidak disebarkan kepada ahlinya kecuali kepada ahlinya.

3. Ilmu Sir :  ini adalah rahasia antara orang yang berilmu dengan tuhan. ilmu sir merupakan hakikat keimanan yang tidak ditampakkan kepada orang ahli dhohir dan juga kepada orang ahli batin

قال الشيخ أحمد زروق: "لكل علم اصطلاح، وعمل، وسبب، وفتح؛ وفيه ما يخص ويعم؛ وليس التصوف بأولى من غيره في ذلك، ولا بالعكس، و لمساواته للعلوم في حكمه؛ وإن اختص بحكمته؛ فما كان من التصوف في وجوه التوجهات وتوابعها لزم بذلك لكل أحد إيضاحا للمحجة، وبيانا للحجة، وما كان منه في الأحوال والمنازلات اقتصر به على المريدين والعارفين. غير أن مشايخه اختلفوا في بذله لغير أهله؛ فقال إمام الطائفة أبو القاسم الجنيد رحمه الله تعالى: "يبذل لأهله، ولغير أهله؛ والعلم أحمى جانبا من أن يصل إلى غير أهله؛ لأنه قيل له: "كم تنادي على الله بين يدي العامة"؛ فقال: "لكني أنادي على العامة بين يدي الله "(4).


(4) مقدمة الشرح.


Pernyataan dari Syekh Ahmad Zarruq berkata: prinsip-prinsip ilmu dan tasawuf. Setiap ilmu memiliki istilah, amal, sebab, dan pembukaan; dan di dalamnya terdapat aspek yang khusus dan umum. dan tasawuf tidak lebih unggul dari ilmu lain dalam hal ini, juga sebaliknya. Tasawuf setara dengan ilmu lain dalam hukumnya, meskipun ilmu tasawuf memiliki hikmah yang tersendiri. 

Apabila tasawuf berkaitan dengan cara-cara menuju Allah dan aspek-aspeknya, maka hal ini harus dijelaskan kepada setiap orang sebagai petunjuk jalan yang benar dan penjelasan tentang hujjah. Namun, apa yang berkaitan dengan ahwal dan manazilat hanya terbatas hanya bagi para murid dan para arif. 

Namun demikian para guru sufi berbeda pendapat mengenai pemberian ilmu kepada selain ahlinya. Imam Abu Qasim al-Junaid Rh berpendapat bahwa ilmu harus disampaikan kepada ahlinya maupun bukan ahlinya, ilmu lebih terjaga dari sampai kepada orang yang bukan ahlinya. Ketika ditanya “berapa kali kamu berdoa kepada Allah di hadapan orang awam”, ia menjawab, “Namun saya mendoakan orang awam di hadapan Allah.”

يعني: يذكرهم له، وينهاهم على طريقه؛ فيكون حجة على المختلف، ومحجة للمتصف؛ لكنه كان يجيب السائل على قدر سؤاله؛ كما نقل السهروردي عنه، وكذا غيره.

Artinya: dia syekh junaid mengingatkan mereka kepada Allah dan menegur mereka dijalannya; sehingga ia menjadi hujjah bagi yang berbeda pendapat, dan petunjuk jalan bagi orang yang bertasawuf. Namun, ia menjawab pertanyaan orang yang bertanya sesuai dengan kadar pertanyaannya, sebagaimana yang telah diriwayatkan oleh Al-Suhrawardi tentangnya, begitu pula dari lainnya.

وإذا كانت العلوم كلها قابلة للنشر؛ فإن علم التصوف - علم الإيمان والإيقان - قد ذهب البعض إلا أنه لا يبذل إلا لمؤمن موقن؛ أما ابن عربي فإنه يرى بأن التصوف لا ينقل بالتعلم، ولا يظهره صاحبه لا لأهل الظاهر، ولا لأهل الباطن؛ لأنه نور يقذفه الله في قلب المؤمن، ولأن المعرفة الصوفية ذوقية إلهامية تقذف في القلب دون إعمال العقل، ودون استعمال الحواس؛ ولهذا كانت الأحوال وهبية, والمقامات كسبية.

Jika semua ilmu dapat disebarkan, maka ilmu tasawuf adalah ilmu keimanan dan keyakinan sebagian orang hanya untuk orang yang beriman dan meyakini. Adapun, Ibn 'Arabi berpendapat bahwa tasawuf tidak dapat dipelajari melalui proses belajar, dan tidak dapat ditunjukkan oleh pemiliknya, baik kepada orang-orang yang ahli dhohir maupun kepada orang-orang ahli batin. Ini karena tasawuf adalah cahaya yang diberikan Allah ke dalam hati orang yang beriman, dan pengetahuan sufi bersifat pengalaman dan ilham yang ditanamkan dalam hati tanpa mengandalkan akal atau indera. Oleh karena itu, keadaan (ahwal) dalam tasawuf bersifat anugerah (wahbi), sementara tingkatan (maqamat) adalah hasil usaha (kasbi).

قال الشيخ أحمد زروق: "... تجد الواحد منهم يسأل عن المعرفة، والوصول, والحقيقة، والتحقيق، ويتكلم في الأحوال، والمقامات، والمنازلات وعلم الخواص، ونحوها مع العوام ويزعم أن ذلك مشوق لهم ومذكر، وما هو إلا مضر بهم ومهلكهم". حمله عليه الجهل بحكمة الله في خلقه فقد قال عيسى عليه السلام لأصحابه: "بحق أقول لكم: يا معشر الحواريين لا تعلقوا الدر بأعناق الخنازير".

Syekh Ahmad Zarruq mengatakan: “Kamu akan mendapati salah satu dari mereka bertanya tentang makrifat, wusul, haqiqat, dan tahqiq, serta berbicara tentang ahwal, maqamat, manazilah, dan ilmu khowas, dan hal-hal semacam itu di hadapan orang-orang awam. Dia mengklaim bahwa itu menarik dan mengingatkan mereka, padahal sebenarnya itu hanya membahayakan dan menghancurkan mereka.” Hal ini disebabkan oleh ketidaktahuan mereka terhadap hikmah Allah dalam penciptaan-Nya. Sebagaimana nabi (Isa as) berkata kepada para sahabatnya: “Demi tuhan, aku katakan kepada kalian: Wahai sekalian para pengikut, janganlah kalian mengikat mutiara pada leher babi.”

وفي الخبر: "لا تؤتوا الحكمة غير أهلها فتظلموها، ولا تمنعوها أهلها فتظلموهم".

وفي معناه أنشدوا:

Dalam sebuah riwayat disebutkan: "Janganlah kalian memberikan ilmu hikmah kepada orang yang tidak berhak. sehingga kalian berbuat zalim, dan janganlah kalian menahannya dari orang yang berhak, sehingga kalian berbuat zalim terhadap mereka."

Dalam maknanya, mereka juga mengungkapkan puisi:

ومن منح الجهال علما أضاعه ۞ ومن منع المستوجبين فقد ظلم(5)


 (5)مقدمة الشرح


"Barangsiapa yang memberikan ilmu kepada orang yang bodoh, maka ia akan menghilangkannya; dan barangsiapa yang menahan ilmu dari orang yang berhak, maka ia telah berbuat zalim."

والحق أن ما كان من حيز المعاملات يبذل لكل واحد؛ لأنه حق الله على عباده وجوبا أو ندبا، وما كان من حيز الحقائق؛ فيتعين فيه الوجه؛ فقد قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: "أمرنا معاشر الأنبياء أن نخاطب الناس على قدر عقولهم ".

Sebenarnya, apa yang berkaitan dengan urusan muamalah harus disampaikan kepada setiap orang; karena itu adalah hak Allah atas hamba-Nya, baik sebagai kewajiban maupun sebagai anjuran. Adapun yang berkaitan dengan hakikat-hakikat, maka harus disampaikan dengan cara yang tepat. Nabi Muhammad Saw bersabda: 'Kami, para nabi, diperintahkan untuk berbicara kepada manusia sesuai dengan kadar pemahaman mereka.'

وقال عليه الصلاة والسلام: "حدثوا الناس بما يعرفون أتريدون أن يكذب الله ورسوله؟".

“Rasulullah Saw bersabda: 'Berkatalah kepada manusia sesuai dengan apa yang mereka ketahui. Apakah kalian ingin Allah dan Rasul-Nya didustakan?'”

وقال الإمام أبو حامد الغزالي رضي الله عنه: "وقد يضر الحقائق بأقوام كما يتضرر الجعل بالورد والمسك".

Dan Imam Abu Hamid Al-Ghazali Ra berkata: “terkadang dapat membahayakan sebagian orang, seperti halnya serangga yang merusak bunga mawar dan minyak kasturi”

قال الشيخ أحمد زروق(6): "من وجوه الضرر في ذلك سبعة أشياء:

  • أحدها: إن حقائق التوحيد ودقائقه تدهش الضعيف؛ فتوقعه في الحيره والشغب.

Syekh Ahmad Zarruq berkata: Di antara bentuk-bentuk bahaya dalam hal ini ada tujuh hal:

Yang pertama adalah: Sesungguhnya hakikat-hakikat tauhid dan rincian-rinciannya dapat membuat orang yang lemah terkejut; sehingga hal itu dapat menjerumuskan mereka ke dalam kebingungan dan perselisihan.

  • الثاني: أن ذلك ربما أثار له شبهة لاتساع الأمر عليه، وزلزل اعتقاده بما يدخله من الاضطراب.

Yang kedua: Hal itu mungkin menimbulkan keraguan baginya karena luasnya masalah tersebut, dan mengguncang keyakinannya dengan apa yang menyebabkan kebingungan

  • الثالث: ربما كان بصورة شبهة أو فرض لها فتثبت نفسه، ولا يمكن رفعها بعد؛ وهو أحد الوجوه الذي هجر ابن حنبل المحاسبي لأجله؛ لما ألف كتابا في الرد على المعتزلة.

Yang ketiga: Hal itu mungkin muncul dalam bentuk keraguan atau dugaan yang menguatkan dirinya, dan setelah itu tidak mungkin dihilangkan. Ini adalah salah satu alasan mengapa Imam Ahmad bin Hanbal meninggalkan Al-Muhasibi, saat ia menulis sebuah buku untuk membantah kaum Mu'tazilah

  • الرابع: أن ما يسمعه من الأحوال والمقامات يؤديه لاحتقار علم الظاهر وأهله؛ وهو الأهم عليه؛ فيحصل الضرر من وجه الصلاح كما هو شاهد في كثير من الناس.

Yang keempat: Apa yang ia dengar tentang keadaan (ahwal) dan tingkatan (maqamat) dapat membuatnya meremehkan ilmu zahir (ilmu lahir) dan para ahlinya; padahal ilmu zahir adalah hal yang lebih penting baginya. Oleh karena itu, bahaya dapat muncul dari sisi yang seharusnya menjadi jalan kebaikan, seperti yang dapat kita saksikan pada banyak orang.

  • الخامس: أن ذكر الخواطر وحركات النفوس تؤديه إلى القنوط من بلوغ المراد؛ فتوجب له البعد عن التوجه لاتساع الحال عليه؛ وقد هجر ابن حنبل رضي الله عنه ذا النون حتى مات؛ لتكلمه في الخواطر قائلا: "أحدثت في الدين ما ليس منه".

Yang kelima: Penyebutan tentang bisikan hati dan gerakan jiwa dapat membuatnya putus asa untuk mencapai tujuan; sehingga ia menjauh dari fokus, karena luasnya keadaan yang dialaminya. Imam Ahmad bin Hanbal Ra bahkan meninggalkan Dzun-Nun hingga ia meninggal karena Dzun-Nun berbicara tentang bisikan hati, dan berkata: 'Kau telah menciptakan sesuatu yang tidak ada dalam agama.'

  • السادس: أن في ذكر أحوال الرجال ووقائع الكبار غلق الباب على الضعفاء بحيث يصيرون يزنون أحوال الناس بذلك؛ فلا يعتقدون أحدا، وينظرون لأنفسهم؛ فلا يجدون مساغا وإن توجهوا للطريق حملوا أنفسهم على ما لا يليق بهم من ذلك؛ وهذه أكبر وأعظم.

Yang keenam: Dalam menyebut keadaan para ahli dan peristiwa-peristiwa besar, akan menutup pintu bagi orang-orang lemah, sehingga mereka menjadi menilai keadaan orang lain berdasarkan hal itu. Mereka tidak akan mempercayai siapapun dan hanya akan melihat kepada diri mereka sendiri; sehingga mereka tidak menemukan jalan untuk maju. Jika mereka berusaha menempuh jalan tersebut, mereka akan membebani diri mereka dengan hal-hal yang tidak sesuai dengan kapasitas mereka. Ini adalah sesuatu yang paling besar dan paling serius.

  • السابع: أن ذكر الخواص والأذكار وفضائلها ومراصدها يقضي لهم بوجود التهافت عليها؛ لانقطاع نفوسهم بالطمع والكسل؛ فيكون ذلك سببا لهلاكهم دينا ودنيا".

Yang ketujuh: Penyebutan tentang keistimewaan (khawass) dan dzikir (zikir) serta keutamaan dan tempat-tempatnya dapat menyebabkan mereka terjebak dalam sikap berlebihan dan tamak, serta malas. Hal ini bisa menjadi penyebab kehancuran mereka, baik secara agama maupun duniawi.”


هناك قواعد فقهية كثيرة في الموضوع منها:

Ada banyak kaidah fiqh dalam topik ini, antara lain:

  • اختلاف الأحكام باختلاف الزمان والمكان ، اختلاف الأحكام باختلاف العوائد.

Perbedaan hukum berdasarkan perbedaan waktu dan tempat, Perbedaan hukum berdasarkan perbedaan kebiasaan.

  • اختلاف الأحكام باختلاف الأحوال - اختلاف الأحكام باختلاف مقاصد المكلفين.

Perbedaan hukum berdasarkan perbedaan keadaan - Perbedaan hukum berdasarkan perbedaan maqasid (tujuan)  para pelaksana hukum.

  • اختلاف الأحكام باختلاف النسب والأنواع ....

Perbedaan hukum berdasarkan perbedaan hubungan nasab dan jenis 

قال الشيخ أحمد زروق:

 "... اختلف مشايخ الطريقة هل لا يبذل علمهم إلا لأهله؟ وهو مذهب أبي الحسن النوري رحمه الله قال: لكن إذا دعي على العامة وآخرين، أو يبذل لأهله ولغير أهله؛ والعلم أحمى جانبا من أن يصل إلى غير أهله؛ وهذا مذهب سيد الطائفة أبي القاسم الجنيد؛ إذ قيل له: كم تنادي على الله بين يدي العامة؟ قال: لكن أنادي على العامة بين يدي الله تعالى. يعني أن كلامه حجة عليهم، ومحجة لمن أراد الطريق منهم، وتنبيها لمن غفل منهم. ثم ما قاله إنما يجري في باب الأحكام والتزكية والمشوقات وإلا فإعطاء كل ذي حق حقه مطلوب".

Kata Syekh Ahmad Zaruq:

"... Para guru tarekat berbeda pendapat tentang apakah ilmu mereka hanya boleh diberikan kepada orang-orang yang berhak menerimanya? Ini adalah pendapat Abu Al-Hasan An-Nuri Ra yang mengatakan: 'Sekalipun ketika ilmu diberikan kepada orang awam atau yang lainnya, atau diberikan kepada orang-orang yang berhak dan juga tidak berhak, ilmu lebih terjaga dari sampai kepada yang bukan ahlinya; ini adalah pendapat Sayyid Al-Thariqah Abu Al-Qasim Al-Junaid.' Ketika beliau ditanya kepadanya hal tersebut: 'Seberapa kali kamu menyeru Allah di depan umum?' Ia menjawab: 'Namun saya menyeru orang awam di hadapan Allah SWT. Maksudnya, perkataannya adalah hujjah (argumen) bagi mereka, dan jalan bagi mereka yang ingin menempuh jalan tersebut, serta peringatan bagi yang lalai dari mereka. Kemudian apa yang ia katakan sebenarnya berlaku dalam konteks hukum, penyucian (tazkiyah), dan dorongan, jika tidak maka memberi setiap yang berhak haknya adalah sesuatu yang diharuskan.”

شرح المباحث الأصلية.

عموما فإن: "علم التصوف حرام على من فيه أربعة خصال:

Secara umum, ilmu tasawuf adalah terlarang bagi siapa yang memiliki empat sifat:

* تجبر وكبر * أو بدعة * أو إيثار للظواهر * أو تعلق بالتقليد. فالتجبر طابع، والبدعة بلية، والظاهر حجاب، والتقليد عقال

* Keangkuhan dan kesombongannya * Bid'ah * Atau mengutamakan aspek lahiriah * Atau ketergantungan pada taqlid. Maka kesombongan adalah suatu tabiat, bid'ah adalah suatu musibah, aspek lahiriah adalah dhohir hijab, dan taqlid adalah belenggu



Mutarjim

:  

Syerli Rahmawati

Contact Person

085646038928

Email

syerlirahma9@gmail.com


DAFTAR PUSTAKA

al-Burnusiy, Abi al-‘Abbas Ahmad bin Ahmad bin Muhammad bin ‘Isa Zarrouq al-Fasi, (Wafat 899 H)., Qawaid al-Tasawuf, Dar al-Kotob al-Ilmiyah, Beirut, Lebanon., 2019 M / 1440 H., (Tahqiq: Abdulmajid Khayali, 2002)., cet. kelima.

Tayeb, Mohammed Idris, (Lahir 1369 H / 1950 M)., Syarah Qawaid al-Tasawuf, Books Publisher, Beirut, Lebanon, 2022., cet. pertama, sebanyak 2 jilid.


Posting Komentar untuk "Qaidah 15: Perbedaan dalam Memberikan Ilmu kepada yang Bukan Ahlinya"