QOIDAH 16: ASPEK-ASPEK MEMBERIKAN ILMU TASAWUF (KELAYAKAN DAN PENOLAKAN)

 

Sumber Poe.com

قَاعِدَةٌ (١٦)

وُجُوْهُ بَذْلِ التَّصَوُّفِ (اسْتِحْقَاقُهُ، وَمَنْعُهُ)

Aspek-aspek Memberikan Ilmu Tasawuf (Kelayakan dan Penolakan)

وُجُوْهُ الاسْتِحْقَاقِ مُسْتَفَادَةٌ مِنْ شَاهِدِ الحَالِ. وَقَدْ يَشْتَبِهُ الأَمْرُ، فَيَكُوْنُ التَّمَسُّكُ بِالحَذَرِ أَوْلَى لِعَارِضِ الحَالِ، وَقَدْ يَتَجَاذَبُ الأَمْرَ مَنْ يَسْتَحِقُّهُ وَمَنْ لَا، فَيَكُوْنُ المَنْعُ لِأَحَدِ الطَّرَفَيْنِ دُوْنَ الآخَرِ. 

Aspek-aspek kelayakan tersebut diperoleh dari bukti kondisi seseorang. Namun, terkadang persoalan ini menjadi samar, sehingga bersikap hati-hati lebih utama karena adanya keadaan yang berbeda. Terkadang, suatu urusan dapat melibatkan pihak yang layak dan pihak yang tidak layak, sehingga keputusan penolakan diberikan kepada salah satu pihak tanpa melibatkan pihak lainnya. 

وَقَدْ أَشَارَ سَهْلٌ(1) لِهَذَا الْأَصْلِ بِقَوْلِهِ: «إِذَا كَانَ بَعْدَ المِائَتَيْنِ فَمَنْ كَانَ عِنْدَهُ شَيْءٌ مِنْ كَلَامِنَا فَلْيَدْفِنَّهُ فَإِنَّهُ يَصِيرُ زُهْدُ النَّاسِ فِي كَلَامِهِمْ وَمَعْبُودُهُمْ بُطُونَهُمْ». وَعَدَّدَ أَشْيَاء تَقْضِي بِفَسَادِ الْأَمْرِ حَتَّى يَحْرُمَ بَثُّهُ لِحَمْلِهِ عَلَى غَيْرِ مَا قُصِدَ لَهُ، وَيَكُوْنُ مُعَلِّمُهُ كَبَائِعِ السَيْفٍ مِنْ قَاطِعِ طَرِيْقِ .



(1) هو أبو محمد سهل بن عبد الله التستري نسبة لتستر بخوزستان. شيخ العارفين وأحد أعلام التصوف. صحب خاله محمد بن سوار الذي أخذ الحديث عن سفيان الثوري. ثم عاش مدة في رباط "عبادان" على ضفاف دجلة؛ ومن تلامذة التستري: أبو طالب المكي، والحسين بن منصور الحلاج.

لقي التستري في حجه ذا النون المصري؛ وإليه تنسب المدرسة السالمية في التصوف؛ وتقوم على الذكر الدائم - الذي يتذكر المريد من خلاله يوم الميثاق في الأزل -، والتوبة المستمرة، والتوكل؛ لكي يصل الإنسان إلى حالة المشاهدة "نور اليقين". من آثاره: "تفسير القرآنالكريم". توفي سهل التستري سنة 283 هجرية.


Sahl (bin Abdullah al-Tustari) telah mengisyaratkan prinsip dasar ini dengan ucapannya: "Jika telah berlalu dua ratus tahun (hijriyah), maka siapa saja yang memiliki sesuatu dari ucapan kami, hendaklah ia menguburkannya. Sebab, pada masa itu, kezuhudan orang-orang hanya ada dalam ucapan mereka, sementara yang mereka sembah adalah perut mereka." Ia juga menyebutkan beberapa hal yang menunjukkan kerusakan kondisi pada masa tersebut, sehingga penyebar ilmu menjadi haram karena tidak sesuai dengan tujuan asalnya. Dalam situasi seperti itu, seorang pengajar yang menyebarkan ilmu serupa dengan orang yang menjual pedang kepada perampok jalanan.

 وَهَذَا حَالُ كَثِيْرٍ مِنَ النَّاسِ فِي هَذَا الوَقْتِ، اتَّخَذُوا عُلُومَ الرَّقَائِقِ وَالحَقَائِقِ سُلَّمًا لِأُمُوْرٍ كَاسْتِهْوَاءِ قُلُوْبِ العَامَّةِ وَأَخْذِ أَمْوَالِ الظُّلْمَةِ، وَاحْتِقَارِ المَسَاكِيْنِ وَالتَّمَكُّنِ مِنْ مُحَرَّمَاتٍ بَيِّنَةٍ وَبِدَعٍ ظَاهِرَةٍ. حَتَّى إِنَّ بَعْضَهُمْ خَرَجَ عَنِ المِلَّةِ، وَقَبِلَ مِنْهُ الجُهَّالُ ذَلِكَ، بِادْعَاءِ الْإِرْثِ وَالاخْتِصَاصِ فِي الفَنِّ ، نَسْأَلُ اللهَ السَّلَامَةَ بِمَنِّهِ.

Inilah keadaan banyak orang pada masa ini. Mereka menjadikan ilmu tentang kelembutan hati (al-raqa’iq)(2) dan hakikat spiritual (al-haqa'iq)(3) sebagai tangga untuk mencapai tujuan-tujuan perkara, seperti memikat hati orang awam, mengambil harta secara zalim, merendahkan kaum miskin, serta mendapatkan akses kepada hal-hal yang jelas-jelas haram dan bid’ah yang nyata. Sehingga, sebagian dari mereka telah keluar dari agama, namun orang-orang yang bodoh tetap menerima perbuatan mereka dengan dalih mengaku mewarisi spiritual dan keistimewaan dalam bidang tersebut. Kami memohon kepada Allah keselamatan dengan kemurahan-Nya.


(2)al-Raqa’iq (kelembutan hati) Sifat yang ditandai dengan rendah hati, sabar, dan tidak sombong. Orang yang memiliki kelembutan hati juga memiliki rasa peduli yang tinggi kepada sesama.

(3)al-haqa'iq (Hakikat spiritual) berkaitan dengan pemahaman esoteris tentang Tuhan, dunia, dan manusia, serta perjalanan menuju pencerahan spiritual.


شرح عند الأستاذ الشيخ محمد إدريس طيب :

Penjelasan dari Syekh Muhammad Idris Thayyib:

حرص بعض المتصوفة كما رأينا سابقا على عدم إشاعة علومهم وأحوالهم صونا لها من الابتذال؛ لا بخلا منهم على هداية الخلق؛ لأنهم يرون: "أن علوم الصوفية علوم أحوال، كما أن الأحوال مواريث الأعمال، ولا يرث الأحوال إلا من صحح الأعمال"(4). 


 (4) التعرف لمذهب أهل التصوف للكلاباذري باختصار.


Sebagian sufi, seperti yang telah kita lihat sebelumnya, sangat berhati-hati untuk tidak menyebarluaskan ilmu dan keadaan spiritual mereka demi menjaga nilainya dari penyalahgunaan dan pelecehan. Hal ini bukan karena mereka enggan membimbing orang lain menuju hidayah, tetapi karena mereka mengetahui bahwa: “Ilmu kaum sufi adalah ilmu tentang keadaan spiritual (ahwal), sebagaimana keadaan spiritual merupakan warisan dari amal perbuatan. Dan tidak ada yang dapat mewarisi keadaan spiritual kecuali orang yang telah memperbaiki amal perbuatannya.”  

وإذا كان الصوفية قد ترقوا من العلم إلى العمل؛ ثم الأحوال وميدان العرفان؛ فإن هذا الترقي ينبغي مراعاته في وجوه الاستحقاق. حيث ينظر إلى حال المريد، والسالك لطريق الحق؛ ليعلم هل يستحق أن يبذل له علوم وأحوال التصوف، أم لا؟

Jika para sufi telah mencapai tingkatan dari ilmu menuju amal, kemudian ke tingkatan ahwal (keadaan spiritual) dan wilayah irfan (pengetahuan makrifat), maka proses pencapaian ini harus diperhatikan dalam menentukan kelayakan (istihqaq). Dalam hal ini, kondisi seorang murid atau salik (pejalan spiritual) di jalan kebenaran perlu diperhatikan. Tujuannya adalah untuk mengetahui apakah ia layak diberikan ilmu dan Ahwal tasawuf atau tidak?

ذلك أن العلوم عند الصوفية تنقسم إلى ثلاثة أقسام: 

﹡ علم المعرفة  وعلم الحكمة ﹡ وعلم الإشارة الذي ينشأ عن الحال. 

﹡ فعلم المعرفة، وعلم السلوك يمكن بذلهما لمستحقهما بناء على شواهد الحال، ودرجات قطع المريد لطريق السلوك في طلب العلم، والمجاهدة الروحية. 

﹡ وعلم الحكمة، يمكن أيضا بذله لمستحقه بعد استفراغ طاقته في طلب علم المعرفة.

 ولهذا قال الشيخ أحمد زروق: "وجوه الاستحقاق مستفادة من شاهد الحال.... إلخ".

﹡ أما علم الإشارة، أو المكاشفة والمشاهدة؛ فإنه يدرك بالمنازلات والمواجيد، ولا يتحقق منها إلا من نازل تلك الأحوال، وقطع تلك المقامات.

Ilmu menurut pandangan kaum sufi terbagi menjadi tiga jenis: 

* Ilmu Ma’rifah (Pengetahuan Spiritual), Ilmu Hikmah (Kebijaksanaan), dan Ilmu Isyarah (Pengetahuan Tersirat) yang muncul dari keadaan spiritual (ahwal).

* Ilmu Ma’rifah dan Ilmu Suluk (Metode Spiritual) dapat diberikan kepada yang layak menerimanya, berdasarkan syawahid al-hal (tanda-tanda kondisi) dan tingkat pencapaian murid dalam menempuh jalan spiritual melalui usaha mencari ilmu dan mujahadah (perjuangan jiwa).

* Ilmu Hikmah juga dapat diberikan kepada yang berhak setelah ia mengerahkan seluruh kemampuannya dalam mencari Ilmu Ma’rifah.

Oleh karena itu, Syekh Ahmad Zarruq berkata: "Aspek-aspek kelayakan (istihqaq) diperoleh dari syahid al-hal (tanda-tanda kondisi)... dan seterusnya."

* Adapun Ilmu Isyarah atau Mukhāshafah (penyingkapan) dan Mushāhadah (penglihatan spiritual), ilmu ini hanya dapat dirasakan melalui perjuangan dan pengalaman langsung. Tidak ada yang dapat memahaminya kecuali mereka yang telah mengarungi keadaan-keadaan tersebut dan menempuh tahapan-tahapan spiritualnya.

ورغم وجود الترابط بين علم المعرفة، وعلم الحكمة، وعلم الإشارة الناتج عن الحال؛ لأن العلم يورث العمل، كما أن العمل يصحح بالعلم؛ ثم إن العمل يورث الحال؛ حيث أن الأحوال - في الغالب - مواريث الأعمال؛ فإن الأحوال وما ينتج عنها من إشارات هي مواهب إلهية لا كسب للعبد فيها.

Meskipun terdapat keterkaitan antara Ilmu Ma’rifah, Ilmu Hikmah, dan Ilmu Isyarah yang muncul dari keadaan spiritual, karena ilmu mewariskan amal, sebagaimana amal disempurnakan dengan ilmu, dan amal akan mewariskan keadaan spiritual, di mana keadaan (ahwal) pada umumnya adalah warisan dari amal, namun keadaan spiritual dan apa yang dihasilkan darinya, yaitu isyarat-isyarat spiritual, adalah karunia ilahi yang tidak ada usaha atau pencapaian dari hamba dalam hal ini.

وكلام سهل يدور بالأساس على علم الإشارة الذي تثمره الأحوال التي يمر بها الصوفي العارف؛ حيث تأتي إشاراتهم مليئة بالمعاني الجليلة التي تخفى إلا على العارفين؛ فإشاراتهم قائمة في الأساس على الحال؛ والحال يذاق ذوقا ولا يكيف بحال؛ إذ لا يعرف إشاراتهم إلا من مر بتجربتهم. "ذق ما ذاقوا ثم احكم".

perkataan Sahl berfokus pada Ilmu Isyarat, yang dihasilkan oleh keadaan-keadaan spiritual yang dialami oleh seorang sufi yang telah mencapai ma’rifah. Di mana isyarat-isyarat mereka penuh dengan makna-makna agung yang hanya dapat dipahami oleh orang-orang yang berilmu. Isyarat mereka pada dasarnya berlandaskan pada keadaan spiritual, dan keadaan tersebut dirasakan secara langsung (dzauq), bukan dipahami secara rasional. Karena isyarat mereka tidak dapat diketahui, kecuali seseorang yang telah  melewati pengalaman mereka . "Rasakanlah apa yang mereka rasakan, kemudian beri penilaian."

لذا فإن القاصرين عن فهم هذه الأحوال لا يستحقون أن يقدم لهم كل ما يتعلق بعلوم الإشارات؛ لأنهم ليسوا أهلا لذلك؛ حيث أنهم لم يصلوا إلى ذلك المقام. 

Oleh karena itu, orang-orang yang kurang memahami keadaan-keadaan ini tidak layak untuk diberikan segala sesuatu yang berkaitan dengan ilmu isyarat, karena mereka bukanlah orang-orang yang pantas untuk itu, sebab mereka belum mencapai tingkatan tersebut. 

وبناء عليه تمسك من تمسك من الصوفية عن بذل علومهم لمن لا يستحقها، وفي غير أهلها ممن لا يفهم إشاراتهم خوفا عليهم من أسباب التلوث وعوامل التكدير؛ فقد قال صلى الله عليه وسلم: "لا تؤتوا الحكمة غير أهلها فتظلموها، ولا تمنعوها أهلها فتظلمهم".

Berdasarkan hal ini, sebagian kaum sufi menahan diri untuk menyebarkan ilmu mereka kepada orang-orang yang tidak pantas menerimanya dan kepada mereka yang bukan ahlinya, yang tidak memahami isyarat-isyarat mereka, karena khawatir akan menyebabkan kerancuan dan gangguan. Sebagaimana Rasulullah SAW bersabda: "Janganlah kalian memberikan hikmah kepada orang yang bukan ahlinya, karena kalian akan menzaliminya; dan jangan pula kalian mencegah hikmah dari orang yang berhak menerimanya, karena kalian akan menzalimi mereka."

وفي ذلك يقول الشيخ ابن عربي: من يزرع الحب في السباخ يندم زمان الحصاد". إذ ليس كل ما يعرف يقال، ولا كل ما يقال يوهب لمن لا يستحقه؛ فكما أن المعارف الإلهية الوهبية تمنح لمن خصه الله بعنايته - بعد مجاهدة وتجربة روحية طويلة -؛ فإنها لا تبذل إلا لمن يستحقها.

Mengenai hal ini, Syekh Ibnu 'Arabi berkata: "Barang siapa menanam benih cinta di tanah yang tandus, ia akan menyesal di waktu panen." Tidak semua yang diketahui harus dikatakan, dan tidak semua yang dikatakan boleh diberikan kepada orang yang tidak layak menerimanya. Sebagaimana pengetahuan ilahi yang merupakan anugerah hanya diberikan kepada mereka yang dipilih Allah dengan perhatian-Nya, setelah perjuangan dan pengalaman spiritual yang panjang, demikian pula pengetahuan itu tidak diberikan kecuali kepada yang layak menerimanya. 

ومع الأسف الشديد؛ فقد استغل دعاة التصوف علوم الرقائق، وما ادعوه من علوم الحقائق سلما لتحقيق أغراضهم؛ حيث نشروا أفكارهم البدعية بين العوام والجهال، واستدرجوهم بما ادعوه من أحوال إلى الضلال، والخروج عن الملة.

Dengan sangat disayangkan, para pengusung tasawuf telah menyalahgunakan ilmu-ilmu tentang al-raqa'iq (kelembutan hati) dan apa yang mereka klaim sebagai al-haqa'iq (ilmu hakikat) sebagai sarana untuk mencapai tujuan-tujuan pribadi mereka. Mereka menyebarkan pemikiran-pemikiran bid'ah di kalangan orang awam dan orang-orang bodoh, serta mempengaruhi mereka dengan klaim-klaim mengenai keadaan spiritual yang akhirnya membawa kepada kesesatan dan keluar dari ajaran agama.

"إن تسخير التصوف لغير جميل مقاصده أمرٌ مَشِينٌ منذ القدم، وهو في زماننا هذا أكثر وقوعا، وأوفر صورا وفروعا، وأفسدُ حالا، وأبشع احتيالا، فقد صيّر التصوُّفُ الفاسد الانتساب للزوايا شرفًا يذرُّ مِنَحًا، والأذكار المخترعة قانونًا ملزما ....".

"Memanfaatkan ajaran tasawuf untuk tujuan yang tidak mulia adalah tindakan yang sangat buruk sejak dulu, dan di zaman sekarang ini, hal tersebut semakin sering terjadi, semakin beragam bentuknya, semakin rusak keadaannya, dan semakin mengerikan penipuannya. Tasawuf yang telah menyimpang menjadikan kepemilikan zawiyah sebagai simbol kehormatan yang membawa keuntungan, dan dzikir-dzikir yang dibuat-buat menjadi hukum yang wajib."

ولقد تفطّن الشيخ أحمد زروق إلى هذه المزالق؛ فحمل لواء الأمر بالمعروف والنهي عن المنكر في كتبه ورسائله؛ فدعا إلى نبذ البدع والاعتصام بحمى الشريعة. ومن جملة أقواله في ذلك:

"Sesungguhnya, Syekh Ahmad Zarruq telah menyadari akan bahaya-bahaya (penyimpangan) ini. Maka beliau mengangkat panji amar ma'ruf nahi munkar dalam kitab-kitab dan surat-suratnya. Beliau menyeru untuk menjauhi bid'ah dan berpegang teguh pada benteng syariat. Dan di antara perkataan beliau tentang hal itu adalah..."

"..... فإن في كل واد بني سعد. من اطمأن إليهم أتلفوه، ومن تعلق بهم كشفوه، ومن استغاث بهم أوقفوه. أعني الذين اتخذوا الجهل مهادا، والبدعة وسادا، والهوى عمادا، وادعوا أن ذلك هو الدين القويم، والصراط المستقيم؛ فرفضوا السنة والجماعة، ووصفوا المعصية بوصف الطاعة، وتركوا السنة وأسبابها، وآثروا البدعة، وفتحوا أبوابها؛ فكانوا دعاة على أبواب جهنم. من أجابهم إليها قذفوه فيها كما أخبر به رسول الله صلى الله عليه وسلم فيما خرجه البخاري.....". 

"Sesungguhnya di setiap lembah terdapat Bani Sa'd. Barang siapa yang merasa tenang dengan bani sa’d, mereka akan membinasakannya; barangsiapa yang bergantung kepada mereka, mereka akan membukanya; dan barangsiapa yang meminta tolong kepada mereka, mereka akan menahannya. Maksudku adalah orang-orang yang menjadikan kebodohan sebagai tempat berbaring, bid'ah sebagai sandaran, dan hawa nafsu sebagai penopang. Mereka mengakui bahwa hal itu merupakan agama yang lurus dan jalan yang benar. Mereka menolak sunnah dan jamaah, dan mensifati maksiat dengan sifat ketaatan. Mereka meninggalkan sunnah beserta sebab-sebabnya, dan lebih memilih bid'ah serta membuka pintu-pintunya. Maka mereka adalah para penyeru di pintu-pintu neraka Jahannam. Barang siapa mengikuti ajakan mereka, mereka akan melemparkannya ke dalamnya, sebagaimana yang diceritakan oleh Rasulullah saw sebagaimana diriwayatkan dalam Shahih Bukhari..."

و" .... هذا حال الكثير من الناس في هذا الوقت، اتخذوا علوم الرقائق والحقائق سلمًا لأمور؛ كاستهواء قلوب العامة، وأخذ أموال الظلمة، واحتقار المساكين، والتمكن من محرماتٍ بينةٍ وبدع ظاهرةٍ؛ حتى إن بعضَهم خَرَجَ عن المِلَّةِ، وقَبِلَ منه الجُهّال ذلك بادعاء الإرث والاختصاص في الفن، نسأل الله السلامة بمنّهِ "(5).


  (5) انظر النصيحة الكبرى والصغرى ورسالة الرد على أهل البدع، وعدة المريد الصادق ورسائله في الموضوع.


Dan ia juga berkata: "...Inilah keadaan banyak orang pada masa ini. Mereka menjadikan ilmu tentang al-raqa'iq (kelembutan hati) dan al-haqa'iq (hakikat spiritual) sebagai tangga untuk mencapai tujuan-tujuan perkara, seperti memikat hati orang awam, mengambil harta secara zalim, merendahkan kaum miskin, serta mendapatkan akses kepada hal-hal yang jelas-jelas haram dan bid’ah yang nyata. Sehingga, sebagian dari mereka telah keluar dari agama, namun orang-orang yang bodoh tetap menerima perbuatan mereka dengan dalih mengaku mewarisi spiritual atau keistimewaan dalam bidang tersebut. Kami memohon kepada Allah keselamatan dengan kemurahan-Nya.”







Murtajim

:  

Fuad Azim

Contact Person

081336231646

Email

Fuad16az@gmail.com

DAFTAR PUSTAKA

al-Burnusiy, Abi al-‘Abbas Ahmad bin Ahmad bin Muhammad bin ‘Isa Zarrouq al-Fasi, (Wafat 899 H)., Qawaid al-Tasawuf, Dar al-Kotob al-Ilmiyah, Beirut, Lebanon., 2019 M / 1440 H., (Tahqiq: Abdulmajid Khayali, 2002)., cet. kelima.

Tayeb, Mohammed Idris, (Lahir 1369 H / 1950 M)., Syarah Qawaid al-Tasawuf, Books Publisher, Beirut, Lebanon, 2022., cet. pertama, sebanyak 2 jilid.

Posting Komentar untuk "QOIDAH 16: ASPEK-ASPEK MEMBERIKAN ILMU TASAWUF (KELAYAKAN DAN PENOLAKAN)"