Qaidah 8: Tasawuf Tidak Terbatas pada Kemiskinan dan Kekayaan, Selama Ada Keinginan yang Tulus untuk Mencari Ridha Allah

Sumber Poe.com


 قَاعِدَةٌ (۸)

التَّصَوُّفُ لَا يَخْتَصُّ بِفَقْرٍ وَلَا غِنًى إِنْ تَحَقَّقَتْ إِرَادَةُ وَجْهِ اللهِ

Tasawuf tidak terbatas pada kemiskinan dan  kekayaan, selama ada keinginan yang tulus untuk mencari ridha Allah.

حُكْمُ التَّابِع كَحُكْمِ المَتْبُوْعِ فِيْمَا يَتْبِعُهُ فِيْهِ، وَإِنْ كَانَ المَتْبُوْعُ أَفْضَلُ. 

Hukum pengikut itu sama dengan hukum sesuatu yang diikuti dalam hal-hal yang diikutinya, meskipun yang diikuti lebih utama.

وَ قَدْ كَانَ أَهْلُ الصُّفَّةِ فُقَرَاءَ فِي أَوَّلِ أَمْرِهِمْ، حَتَّى كَانُوا يُعْرَفُوْنَ بِأَضْيَافِ اللهِ. ثُمَّ كَانَ مِنْهُمُ الْغَنِيُّ وَالأَمِيْرُ، وَالمُتَسَبِّبُ وَالفَقِيْرُ، لَكِنَّهُمْ شَكَرُوا عَلَيْهَا حِيْنَ وُجِدَتْ، كَمَا صَبَرُوا عَلَيْهَا حِيْنَ فُقِدَتْ(1).


(1) فقدت، ووجدت: أي الدنيا.


Pada awalnya, Orang-orang yang disebut Ahlu al-shuffah(2)() adalah orang yang butuh kepada allah sehingga mereka dikenal sebagai tamu-tamu Allah. Kemudian, Ahlu al-shuffah diantaranya terdapat orang-orang kaya, para gubernur, pekerja, serta orang-orang miskin. Akan tetapi, mereka bersyukur atas nikmat (Dunia) yang diperoleh seperti ketika bersabar terhadap nikmat yang hilang.


(2) sebutan untuk para sahabat Rasulullah SAW yang tinggal di serambi masjid nabawi.


فَلَمْ يُخْرِجْهُمُ الْوُجْدَانُ عَمَّا وَصَفَهُمْ مَوْلَاهُمْ بِهِ مِنْ أَنَّهُمْ: ﴿وَاصْبِرْ نَفْسَكَ مَعَ الَّذِيْنَ يَدْعُوْنَ رَبَّهُمْ بِالْغَدٰوةِ وَالْعَشِيِّ يُرِيْدُوْنَ وَجْهَهٗ وَلَا تَعْدُ عَيْنٰكَ عَنْهُمْۚ تُرِيْدُ زِيْنَةَ الْحَيٰوةِ الدُّنْيَاۚ وَلَا تُطِعْ مَنْ اَغْفَلْنَا قَلْبَهٗ عَنْ ذِكْرِنَا وَاتَّبَعَ هَوٰىهُ وَكَانَ اَمْرُهٗ فُرُطًا﴾ [الكهف: ۲۸]، كَمَا أَنَّهُمْ لَمْ يُمْدَحُوا بِالفُقْدَانِ، بَلْ بِإِرَادَةِ وَجْهِ المَلِكِ الدَّيَّانِ، وَذَلِكَ غَيْرُ مُقَيَّدٍ بِفَقْرٍ وَلَا غِنّى، وَبِحَسَبِهِ، فَلَا يَخْتَصُّ التَّصَوُّفُ بِفَقْرٍ وَلَا غِنِّى، إِذَا كَانَ صَاحِبُهُ يُرِيْدُ وَجْهَ رَبِّهِ، فَافْهَمْ

Sehingga nikmat tersebut tidak menjadikan mereka keluar dari sifat yang sudah dijelaskan oleh allah sebagaimana firmannya: “Bersabarlah engkau (Nabi Muhammad) bersama orang-orang yang menyeru Tuhannya pada pagi dan petang hari dengan mengharap keridhaan-Nya. Janganlah kedua matamu berpaling dari mereka karena mengharapkan perhiasan kehidupan dunia. Janganlah engkau mengikuti orang yang hatinya telah Kami lalaikan dari mengingat Kami serta menuruti hawa nafsunya dan keadaannya melewati batas.” (QS. Al Kahfi: 28 ): 28], bahwasanya mereka tidaklah dipuji karena hanya sebatas kehilangan sebuah nikmat, tetapi mereka dipuji karena mencari ridha Allah, Yang Maha Menguasai dan Maha Pemberi Pembalasan. Hal itu tidak terbatas pada kemiskinan, kekayaan, atau kecukupan materi. Oleh karena itu, tasawuf tidak terbatas pada kemiskinan maupun kekayaan selama pelakunya ada keinginan mencari ridha Allah. Maka, pahamilah!


شرح عند الأستاذ الشيخ محمد إدريس طيب :

Penjelasan dari Syekh Muhammad Idris Thayyib:

إفراد الشيخ أح

مد زروق هذه القاعدة لأهل الصفة دليل على أنه يرجح رد المصطلح إليهم، ثم يرد بعد ذلك شبهة من قال بأن الصوفية آثروا الفقر على الغني؛ لأنه إذا نسب التصوف لأهل الصفة - على أحد الأقوال -، واقترن في الأصل بالزهد والتقشف؛ فإن الغالب على الصوفية التجرد لطاعة الله، والإعراض عن زهرة الحياة الدنيا وملذاتها، وعن كل الأعراض والأغراض؛ وهو شأن أهل الصفة؛ فكل صوفي إليهم ينتسب، حيث يتصف بأوصافهم سواء كان غنيا أو فقيرا؛ لأن الله عز وجل لم يمدحهم بالعدم؛ وإنما مدحهم بكونهم يدعونه بالغداة والعشي يريدون وجهه؛ فمن اتصف بهذا كان على طريقتهم غنيا كان أو فقيرا؛ ودليل ذلك أنه كان منهم فيما بعد الأمير والفقير والمتكسب والمتجرد، ولم ينقل ذلك وصفهم عما كانوا موصوفين به، ولا نقصهم عما هم فيه من العمل بالحق والحقيقة بل شكروا على الدنيا حين وجدت، كما صبروا عنها حين فقدت؛ فكانوا لمولاهم في الحالين .... وإذا كان أصل التصوف حال أهل الصفة؛ فهو أمر ثابت من الشارع بتقريره، ولم يبق البحث إلا في التسمية؛ وهو أمر اصطلاحي لا مدخل للإنكار فيه إن سلم من عوارض الألفاظ".

Syekh Ahmad Zarruq mengkhususkan kaidah ini untuk Ahlu al-shuffah sebagai bukti bahwa beliau lebih mengunggulkan pengembalian istilah tasawuf kepada mereka. Setelah itu, beliau menolak anggapan yang menyatakan bahwa kaum sufi lebih mengutamakan kemiskinan daripada kekayaan. Jika tasawuf dinisbatkan kepada Ahlu al-shuffah menurut salah satu pendapat dan pada dasarnya terkait dengan kezuhudan dan kesederhanaan, maka mayoritas kaum sufi memfokuskan taat kepada Allah SWT dan melepaskan diri dari kenikmatan dunia dan kesenangannya, serta menjauh dari segala ambisi dan tujuan duniawi. Hal ini adalah sifat yang melekat pada Ahlu al-shuffah. Maka, setiap sufi dapat dikaitkan dengan mereka karena sifat-sifatnya menyerupai sifat-sifat Ahlu al-shuffah, baik ia seorang yang kaya maupun miskin. Allah SWT tidak memuji Ahlu al-shuffah karena kemiskinan mereka, tetapi memuji mereka karena mereka senantiasa berdoa kepada-Nya pada pagi dan petang semata-mata untuk mencari ridha-Nya. Oleh karena itu, siapa pun yang memiliki sifat ini, baik ia kaya maupun miskin, ia berada di atas jalan mereka. Buktinya adalah bahwa di antara Ahlu al-shuffah kemudian terdapat orang-orang yang menjadi pejabat, fakir, pedagang, maupun orang yang sepenuhnya beribadah. Hal ini tidak mengubah sifat mereka yang telah dikenal dan tidak mengurangi apa yang mereka miliki dari amal kebenaran dan hakikat. Tetapi mereka bersyukur ketika mendapatkan dunia dan bersabar ketika kehilangan dunia, dan mereka tetap berbakti kepada Tuhannya dalam kedua keadaan tersebut. Jika asal mula tasawuf adalah keadaan Ahlu al-shuffah, maka hal itu adalah perkara yang ditetapkan oleh syariat dengan pengakuannya. Yang tersisa untuk dibahas hanyalah persoalan penamaan, yang merupakan masalah istilah semata, dan tidak ada alasan untuk mengingkarinya selama terhindar dari penyimpangan dalam makna kata.

ورغم ذلك فإن التصوف لا يقرن أو يختص بفقر أو غنى إذا كان صاحبه یرید به وجه الله تعالى؛ فقد كان أهل الصفة فقراء؛ ثم أصبح منهم الغني والأمير والمتسبب؛ لأنهم صبروا عند فقد النعمة، وشكروا عند وجدها؛ فقد بعث النبي صلى الله عليه وسلم أبا موسى الأشعري - وهو من أهل الصفة - معلما لقومه باليمن. ثم إنه أصبح أميرا في عهد علي بن أبي طالب رضي الله تعالى عنهما. 

Meskipun demikian, Tasawuf tidak berkaitan dengan status kemiskinan atau kekayaan seseorang, asalkan tujuan utamanya adalah mencari keridhaan Allah SWT. Sehingga Ahlu al-shuffah, yang awalnya dikenal sebagai orang-orang miskin, pada akhirnya meliputi berbagai golongan, termasuk orang kaya, pejabat, dan lainnya. Karena Mereka menunjukkan sifat sabar saat kehilangan nikmat duniawi dan bersyukur ketika menerima nikmat tersebut. Sebagai contoh, Nabi Muhammad SAW mengutus Abu Musa al-Asy'ari - salah satu anggota Ahlu al-shuffah - untuk menjadi guru bagi kaumnya di Yaman. Kemudian, pada masa pemerintahan Ali bin Abi Thalib, Abu Musa al-Asy'ari diangkat sebagai gubernur Yaman. 

هذا وإن الصحابة عموما، وأهل الصفة خصوصا لم يمدحوا بغنى، ولم يذموا بفقر؛ وإنما مدحوا بما وقر في صدورهم من إيمان، وأن بغيتهم في جميع حركاتهم وسكناتهم وجه الملك الديان؛ لأنهم كانوا يرون في ذلك ابتلاء؛ فيصبرون عند الفقد بعدم الشكوى أو التعرض لطلب الغير، ويحمدون عند الوجد بحسن التصرف والإنفاق في أوجه البر والإحسان؛ فلقد كانوا رضوان الله عليهم رهبانا بالليل، فرسانا وتجارا بالنهار يخوضون فيما يخوض فيه الناس من سعي وطلب للرزق، وكانوا يشاركون في الحياة اليومية أخذا وعطاء، مع التقيد في جميع حركاتهم وسكناتهم بأحكام الشرع ومقاصده؛ وذلك لدخول الكل في المفهوم العام للعبادة، وهي سنة الرسول الكريم وصحابته من بعده؛ "فهذه سنتي ومن رغب عن سنتي فليس مني"، كما قال عليه السلام. 

Hal ini menjadikan Sahabat Nabi SAW secara umum dan Ahlu al-shuffah secara khusus tidak dipuji karena kekayaan mereka, maupun dicela karena kemiskinan mereka. Tetapi, mereka dipuji karena keimanan yang tertanam di hati mereka dan karena seluruh gerak-gerik mereka bertujuan untuk mencari keridhaan Allah SWT. karena Mereka memandang semua keadaan, baik kekurangan maupun kelimpahan, sebagai ujian dari Allah. Ketika kehilangan sesuatu, mereka bersabar tanpa mengeluh atau meminta kepada orang lain. Dan mereka memuji ketika mendapatkan sesuatu dengan tasaruf yang baik dan infak dalam berbagai bentuk kebaikan dan kebajikan. Mereka juga digambarkan sebagai pertapa di malam hari dan penunggang kuda serta pedagang di siang hari yang mana Mereka terlibat dalam apa yang manusia lain sibuk melakukannya, seperti usaha dan mencari rezeki, dan mereka ikut serta dalam kehidupan sehari-hari, baik dalam memberi maupun menerima, dengan tetap berpegang teguh dalam setiap gerakan maupun diamnya berdasarkan hukum-hukum syariat dan tujuannya. Hal itu karena semua aktivitas tersebut masuk dalam konsep umum ibadah, yang merupakan sunnah Rasul yang mulia dan para sahabatnya setelah beliau. "Ini adalah sunnahku, dan barang siapa yang tidak menyukai sunnahku, maka dia bukan sebagian dariku," sebagaimana sabda Nabi Muhammad Saw.

ذلك أن "مقتضى الشرع في جميع الوجوه أن يكون العبد لربه بربه في جميع حالاته؛ فكونه لربه يقوم بحق التكليف وبكونه بربه يقوم بحق التعريف؛ فيكون ممتثلا لأمره في جميع حالاته مستسلما لقهره في عموم أوقاته. 

Oleh sebab itu, menurut ketentuan syariat dalam segala aspek seorang hamba harus sepenuhnya bergantung kepada Tuhannya dan selalu bersama Tuhannya dalam segala keadaan, Seorang hamba itu milik tuhan dan selalu bersama tuhannya berarti melaksanakan hak kewajiban yang diperintahkan olehnya dan bersandar kepada Tuhannya akan menjadikan ia berhak mengenal Tuhannya. Dengan demikian ia akan senantiasa menaati perintahnya dalam semua kondisi dan berserah diri kepada kekuasaan-Nya di semua waktunya. 

وإذا كان من صفات الصوفية التجرد والإعراض عن طلب الدنيا والافتقار إلى الله؛ فهذه ليست قاعدة عامة؛ فلقد كان الشاذلي صاحب مزارع وحرث ونسل، وعلى هذه السنة درج الكثير من تلامذة المدرسة الزروقية وكما ورث أحمد الأكبر ابن الشيخ أحمد زروق مدرسة والده الصوفية الروحية؛ فإنه ورث كذلك الوجاهة والمنزلة العالية بين قومه، وورث أبناؤه منه ذلك؛ فكانوا أصحاب وجاهة ومال وغنى إلا أن ذلك لم يفقدهم مكانتهم الروحية. 

Jika salah satu sifat sufi adalah meninggalkan dunia dan hanya mengharapkan Allah, Maka hal ini bukanlah kaidah umum. Karena sesungguhnya, Imam al-Syadzili adalah seorang yang memiliki lahan pertanian, ladang dan memiliki keturunan. Dalam jejak yang sama banyak murid dari Madrasah al-Zarruqiyah mengikuti langkah tersebut. Sebagaimana Ahmad al-Akbar bin Syekh Ahmad Zaruq mewarisi Madrasah ayahnya yang beraliran sufi spiritual. Ia juga mewarisi kedudukan dan martabat tinggi di kalangan golongannya, dan putra-putranya mewarisi hal ini darinya. Sehingga mereka menjadi tokoh-tokoh yang memiliki kehormatan, harta, dan kekayaan. Namun, hal itu tidak menghilangkan kedudukan spiritual mereka. 

عموما فمقام المرء حيث أقامه مولاه؛ فإن أقامه في موطن الغنى شكر، وأدى حق المنعم عليه، وإن أقامه في مقام الفقر صبر، ووقف بباب رحمته ولم يرجو غيره.

Secara umum, Maqom seseorang adalah di mana Tuhannya menempatkannya; jika Tuhan menempatkannya di Maqom kekayaan, maka dia bersyukur dan menunaikan hak Sang Maha Pemberi nikmat, dan jika Tuhan menempatkannya di Maqom kemiskinan, maka dia bersabar dan berdiri di depan pintu rahmat-Nya dan tidak mengharapkan selain Tuhannya.






Murtajim

:

Fuad Azim

Contact Person

081336231646

Email

Fuad16az@gmail.com

DAFTAR PUSTAKA

al-Burnusiy, Abi al-‘Abbas Ahmad bin Ahmad bin Muhammad bin ‘Isa Zarrouq al-Fasi, (Wafat 899 H)., Qawaid al-Tasawuf, Dar al-Kotob al-Ilmiyah, Beirut, Lebanon., 2019 M / 1440 H., (Tahqiq: Abdulmajid Khayali, 2002)., cet. kelima.

Tayeb, Mohammed Idris, (Lahir 1369 H / 1950 M)., Syarah Qawaid al-Tasawuf, Books Publisher, Beirut, Lebanon, 2022., cet. pertama, sebanyak 2 jilid.

kementrian agama republik indonesia “Al-Qur’an kemenag” layanan kemenag (2022):2


Posting Komentar untuk "Qaidah 8: Tasawuf Tidak Terbatas pada Kemiskinan dan Kekayaan, Selama Ada Keinginan yang Tulus untuk Mencari Ridha Allah"