![]() |
Sumber Meta Ai |
قاعدة (٣٦)(١)
أَهَمِّيَّةُ ضَبْطِ الْعِلْمِ بِقَوَاعِدِهِ
Pentingnya Memahami Ilmu dengan Kaidahnya
ضَبْطُ العِلْمِ بِقَوَاعِدِهِ مُهِمٌّ، لِأَنَّهَا تَضْبِطُ مَسَائِلَهُ، وَتُفْهِمُ مَعَانِيْهِ، وَتُدْرَكُ مَبَانِيْهِ، وَيَنْتَفِي الْغَلَطُ مِنْ دَعْوَاهُ، وَتَهْدِي الْمُتَبَصِّرَ فِيهِ، وَتُعِيْنُ الْمُتَذَكِّرَ عَلَيْهِ، وَتُقِيْمُ حُجَّةَ الْمُنَاظِرِ، وَتُوَضِّحُ الْمُحَجَّةَ لِلنَّاظِرِ، وَتُبَيِّنُ الْحَقَّ لِأَهْلِهِ، وَالْبَاطِلَ فِي مَحَلِّهِ.
وَاسْتِخْرَاجُهَا مِنْ فُرُوْعِهِ عِنْدَ تَحْقِيقِهَا، أَمْكَنُ لِمُرِيْدِهَا لَكِنْ بَعْدَ الْأَفْهَامِ مَانِعٌ مِنْ ذَلِكَ؛ فَلِذَلِكَ اِهْتَمَّ بِهَا الْمُتَأَخِّرُ دُوْنَ الْمُتَقَدِّمِ(٢). وَاللّهُ سُبْحَانَهُ أَعْلَمُ.Memahami ilmu dengan kaidahnya itu penting, karena sesungguhnya kaidah tersebut dapat menetapkan permasalahan ilmu, menjelaskan maknanya, dan dapat mengurai strukturnya, dapat meniadakan kesalahan dari klaimnya ilmu, dan dapat menuntun bagi orang yang mendalaminya, dapat membantu orang yang mempelajarinya, memperkuat argumen seorang pendebat, memperjelas argumen bagi orang yang menelitinya dan menjelaskan kebenaran kepada pemiliknya dan kebatilan pada tempatnya.
Penggalian kaidah-kaidah tersebut dari cabang-cabangnya saat menelitinya itu lebih memungkinkan bagi orang yang menginginkannya, akan tetapi setelah adanya pemahaman hal itu menjadi penghalang. oleh karena itu ulama’ muta’akhir lebih memperhatikannya dibanding ulama’ mutaqoddim."
(1) أي القاعدة ٣٧ عند تحقيق شيخ إدريس طيب
(2) فليس المتقدم فيه بأولى من المتأخر وإن كانت له فضيلة السبق؛ فالعلم حاكم، ونظر المتأخر أتم؛ لأنه زائد على المتقدم والفتح من الله مأمول لكل أحد؛ وللّه در ابن مالك رحمه الله حيث يقول: "إذا كانت العلوم منحا إلهية ومواهب اختصاصية فغير مستبعد أن يدخر لبعض المتأخرين ما عسر على كثير من المتقدمين. نعوذ باللّه من حسد يسد باب الإنصاف، ويصد عن جميل الأوصاف". (زيادة في نسخة للقاعدة السابقة، وليست قاعدة مستقلة).
Hal ini disebabkan karena pada zaman para terdahulu, ilmu belum mencapai tingkat kedewasaan dan kompleksitas yang memungkinkan untuk mengeluarkan aturan-aturan umum dan menerapkannya kepada masyarakat. Namun, ketika ilmu-ilmu syariat menjadi beragam dan meluas jangkauannya, maka penting untuk mengatur ilmu tasawuf dengan aturan yang dapat dijadikan acuan saat menilai praktik-praktik para pengikutnya, baik dalam hal pengakuan maupun penolakan.
شرح عند الأستاذ الشيخ محمد إدريس طيب:
Penjelasan dari Syekh Muhammad Idris Toyyib:
يرى الشيخ أحمد زروق ضرورة ضبط العلم بقواعد تتصف باليقين والوضوح حتى تضمن عدم الوقوع في الخطأ، وبلوغ أعلى درجات الإحسان؛ لأن هذه القواعد:
* تضبط مسائله، وتبين أسسه ومبانيه.
* تيسر فهم معانيه، وتوضح مسائله.
* تدرك وترسم مبانيه.
* تنفي الغلط من دعواه، ويمكن بيان الحق من الباطل منه.
* تهدي المتبصر فيه.
* تعين المتذكر عليه.
* تقيم حجة المناظر.
* ترجح الحجة للناظر.
* تبين الحق لأهله، والباطل في محله.
Syekh Ahmad Zarruq berpandangan pentingnya memahami ilmu dengan kaidah yang pasti dan jelas agar terhindar dari kesalahan dan dapat mencapai derajat ihsan yang tertinggi. Karena kaidah-kaidah ini:"
- Menetapkan masalah-masalahnya dan menjelaskan dasar-dasar serta pondasinya.
- Mempermudah pemahaman maknanya dan menjelaskan permasalahannya.
- Menyadari dan menggambarkan pondasinya.
- Menghilangkan kesalahan dari klaimnya, serta memudahkan untuk membedakan antara kebenaran dan kebatilan.
- Menuntun orang yang memahami ilmu ini.
- Membantu orang yang ingin mengingatnya.
- Menetapkan argumen bagi para peneliti.
- Memberikan keunggulan argumen kepada yang memperhatikannya.
- Menjelaskan kebenaran kepada pemiliknya dan kebatilan pada tempatnya.
وحيث إن قواعد التصوف جاءت متأخرة عن نشأة التصوف؛ فإن هذه القواعد يتم استخراجها بالنظر العقلي من الفروع التي تم تحقيقها على يد أئمة التصوف؛ وهكذا فكلما تطورت العلوم أصبحت في حاجة ماسة إلى قواعد لضبط مسارها، وقواعد التصوف كسائر العلوم الأخرى اهتم بها المتأخرون أكثر من اهتمام المتقدمين (ضبط شروط رواية الحديث - شروط المفسر - شروط الفقيه - ضبط شروط الأصولي لاستنباط الأحكام الشرعية من أدلتها التفصيلية... إلخ)؛
Karena kaidah-kaidah tasawuf datang setelah perkembangan tasawuf itu sendiri, maka kaidah ini dihasilkan melalui pemikiran rasional dari cabang-cabang yang telah dipraktikkan oleh para Imam-imam tasawuf. Dengan demikian, setiap kali ilmu berkembang, ia menjadi lebih membutuhkan kaidah untuk mengatur jalannya. kaidah- kaidah tasawuf, seperti ilmu-ilmu lainnya, mendapat perhatian lebih dari para ulama yang belakangan dibandingkan dengan mereka yang terdahulu (seperti memeriksa syarat-syarat dalam meriwayatkan hadis, syarat-syarat seorang mufassir, syarat-syarat seorang fuqaha, dan syarat-syarat seorang ushuli dalam mengeluarkan hukum syariat dari dalil-dalilnya yang terperinci, dan seterusnya).
لأن العلوم في عهد المتقدين لم تكن قد بلغت درجة من النضج والتعقيد لاستنباط قواعد العلم العامة وحمل الناس عليها؛ فلما تعددت العلوم الشرعية، واتسعت دائرتها؛ أصبح ضبط علم التصوف بقواعد يتم الاحتكام إليها عند النظر في ممارسات المنتمين إليه إثباتا ونفيا، ردا وقبولا.
ولتجاوز التقليد الأعمى، وسوء فهم مقاصد الشرع عند أصحاب الأهواء وجب ضبط العلم بقواعده دفعا للغلو، وللذين يحشرون أنوفهم في سلك الفقهاء أصحاب المقاصد لـ: "ضبط العلم بقواعده...." ولـ: "يعتبر الأصل بفرعه وقاعدته".
Untuk menghindari taqlid buta dan kesalahpahaman terhadap tujuan syariat di kalangan orang-orang yang mengikuti hawa nafsu, sangat penting untuk memahami ilmu dengan kaidahnya, sebagai upaya untuk mencegah ekstrimisme. Ini juga berlaku bagi mereka yang mencampuri urusan fuqaha yang memahami tujuan-tujuan syariat, untuk menekankan pentingnya memahami ilmu dengan kaidahnya' dan 'menganggap asal berdasarkan cabangnya dan kaidahnya.
وإذا كانت قواعد التصوف لم تكن معروفة ولا مدونة من قبل؛ فذاك لا يعني عدم معرفة التصوف؛ لأن ذلك شأن جميع العلوم؛ حيث تم معرفتها قبل تدوينها؛ فكما أن الفراهيدي وضع قواعد الكتابة واللغة خشية اللحن في القرآن، وسوء فهمه واستنباط الأحكام منه؛ فإن قواعد التصوف تم تدوينها حتى ينتفي الغلط من دعواه؛ فكما دونت قواعد اللغة للحاجة؛ دونت قواعد التصوف للحاجة أيضا؛ خصوصا بعد فساد الأحوال، وقصور الأفهام، وضعف الهمم.
Jika kaidah tasawuf belum dikenal atau disusun sebelumnya, hal itu tidak berarti bahwa tasawuf tidak diketahui; karena ini adalah sifat semua ilmu, yang diketahui sebelum dituliskan. Sebagaimana al-Farahidi menyusun kaidah penulisan dan bahasa untuk menghindari kesalahan dalam membaca Al-Qur'an dan kesalahpahamman dalam mengambil hukum darinya, maka kaidah-kaidah tasawuf juga disusun untuk menghilangkan kesalahan dalam klaimnya. Begitu pula, kaidah bahasa dicatat karena adanya kebutuhan, maka kaidah tasawuf juga dicatat karena kebutuhan yang sama, terutama setelah kondisi masyarakat memburuk, pemahaman menjadi terbatas, dan tekad menjadi lemah.
قال ابن خلدون: "فلما كتبت العلوم ودونت وألف الفقهاء في الفقه وأصوله والكلام والتفسير وغير ذلك كتب رجال من أهل الطريقة - الصوفية - في طريقتهم؛ فمنهم من كتب في أحكام الورع ومحاسبة النفس على الاقتداء في الأخذ والترك كما فعل المحاسبي في كتابه الرعاية، ومنهم من كتب في آداب الطريق وأذواق أهلها ومواجيدهم في الأحوال كما فعله القشيري في كتاب الرسالة، والسهروردي في كتاب عوارف المعارف وأمثالهم، وجمع الغزالي بين الأمرين في كتاب الإحياء؛ فدون أحكام الورع والاقتداء؛ ثم بين أحكام القوم وسننهم، وشرح اصطلاحاتهم في عباراتهم، وصار علم التصوف في الملة علما مدونا بعد أن كان طريقة عبادة فقط، وكانت أحكامها إنما تتلقى من صدور الرجال، كما وقع في سائر العلوم التي دونت."
Ibnu Khaldun berkata: “Ketika kaidah-kaidah ditulis dan disusun, serta fuqaha menyusun tulisan tentang fikih, usul fikih, kalam, tafsir, dan lainnya, maka para ulama dari kalangan sufi juga menulis tentang jalan mereka. Di antara mereka ada yang menulis tentang hukum-hukum ketakwaan dan muhasabah (introspeksi) sebagai teladan dalam tindakan dan penghindaran, seperti yang dilakukan al-Muhasibi dalam kitabnya “al-Ri'ayah”. Ada juga yang menulis tentang adab tarekat, pengalaman para pengamalnya, dan keadaan mereka, seperti yang dilakukan al-Qushayri dalam “al-Risalah”, dan al-Suhrawardi dalam “Awarif al-Ma'arif”, serta yang sejenisnya. al-Ghazali menggabungkan kedua hal tersebut dalam bukunya “Ihya' Ulum al-Din”; ia mencatat hukum-hukum ketakwaan dan teladan, kemudian menjelaskan hukum-hukum para sufi dan tradisi-tradisi mereka, serta mendeskripsikan istilah-istilah mereka dalam ungkapan-ungkapan mereka. Dengan demikian, ilmu tasawuf menjadi bagian dari agama yang disusun setelah sebelumnya hanya dianggap sebagai bentuk ibadah semata, di mana hukum-hukumnya hanya diterima dari hati para guru, seperti yang terjadi pada ilmu-ilmu lainnya yang telah dicatat.”
ويرى الشيخ أحمد زروق أن وضع أسس وتقعيد القواعد ضروري لكل علم حتى يزول أي لبس أو غموض أو إبهام أو تحريف يلحقه، وحتى يتم استخراج القواعد الكلية من جزئياتها؛ لأن وضع القواعد الكلية جاءت متأخرة عن نشأة التصوف أصلا؛ في حين أن العكس هو الصحيح؛ ولنا في مذهبي الشافعية والأحناف مثل؛ فالشافعي وضع القواعد الكلية أولا؛ ثم استنبط منها الأحكام الجزئية؛ خلافا للأحناف الذين انطلقوا من جزئیات مذهبهم الفقهي؛ ليضعوا لها قواعد كلية؛ وهو ما يرجحه الشيخ أحمد زروق في التصوف؛ لأن استخراج القواعد الضابطة لمنهج التصوف من الفروع التي توفرت من سلوكات وتراث أئمته أمكن لذلك.
Syekh Ahmad Zarruq berpendapat bahwa menetapkan dasar dan mengatur aturan adalah hal yang sangat penting bagi setiap ilmu, agar setiap kerancuan, keraguan, ambiguitas, atau penyelewengan yang mungkin terjadi dapat dihilangkan, serta untuk memperoleh kaidah-kaidah umum dari rincian-rinciannya. Karena penetapan kaidah-kaidah umum datang setelah perkembangan tasawuf itu sendiri, sebaliknya, hal ini seharusnya menjadi prioritas. Kita dapat melihat contoh dalam madzhab Syafi'i dan Hanafi: Syafi'i menetapkan kaidah-kaidah umum terlebih dahulu, kemudian mengambil dari situ hukum-hukum rinci. Sementara itu, para Hanafi memulai dari rincian-rincian madzhab mereka untuk kemudian menetapkan kaidah-kaidah umum. Pendekatan ini juga didukung oleh Syekh Ahmad Zarruq dalam konteks tasawuf, karena menyusun kaidah yang mengatur metode tasawuf dari cabang-cabang yang dihasilkan dari perilaku dan warisan para Imamnya adalah hal yang memungkinkan.
وإذا كان ضعف الأفهام والهمم قد منع من ذلك؛ فإن الله سبحانه وتعالى وفق الشيخ أحمد زروق - وهو من المتأخرين زمانا؛ وإن فاق الكثير من المتقدمين رتبة ومكانة ومقاما - ليحقق ذلك، ويقوم بتلك المهمة؛ فكان كتابه: "قواعد التصوف" شاهد على هذا التوفيق الإلهي: ﴿وَاللّٰهُ يَخْتَصُّ بِرَحْمَتِهٖ مَنْ يَّشَاۤءُ ۗ وَاللّٰهُ ذُو الْفَضْلِ الْعَظِيْمِ﴾[البقرة: ١٠٥].
Jika kelemahan pemahaman dan tekad telah menghalangi hal ini, maka Allah SWT memberikan taufik kepada Syekh Ahmad Zarruq yang merupakan salah satu ulama belakangan, meskipun ia memiliki kedudukan, peringkat, dan martabat yang lebih tinggi dibandingkan banyak ulama terdahulu untuk mewujudkan hal tersebut dan menjalankan tugas ini. Karya beliau: “Qawa'id al-Tasawuf” menjadi bukti akan taufik ilahi ini: ”Tetapi secara khusus Allah memberikan rahmat-Nya kepada orang yang Dia kehendaki. Dan Allah pemilik karunia yang besar” (Al-Baqarah: 105).
ويعود اهتمام الشيخ أحمد زروق بتقعيد قواعد للتصوف إلى إيمانه بأن التصوف - كباقي العلوم - لا يمكن الاستفادة منه إلا إذا أصبح علما قائما على أسس واضحة المعاني والمسالك للمريدين؛ وهذا ما يستفاد من هذه القاعدة.
Perhatian Syekh Ahmad Zarruq dalam menetapkan kaidah-kaidah tasawuf berasal dari keyakinannya bahwa tasawuf—seperti ilmu-ilmu lainnya—tidak dapat dimanfaatkan kecuali jika ia menjadi ilmu yang berdiri di atas dasar-dasar yang jelas, baik dalam makna maupun jalan bagi para pencari. Ini adalah pelajaran yang dapat diambil dari prinsip ini."
وحتى يقطع الطريق على من يتمسك بأقوال وأعمال الطبقات الأولى من المتصوفة دون غيرهم من المتأخرين سيوضح ذلك في القاعدة ٣٨(٣).
(3) أي القاعدة ٣٧ عند تحقيق عبد المجيد الخيالي
Dan agar dapat mematahkan argumen mereka yang hanya berpegang pada ucapan dan tindakan para sufi dari generasi awal tanpa mempertimbangkan para sufi yang lebih belakangan, hal ini akan dijelaskan lebih lanjut dalam kaidah 38.
Mutarjim : Nadifatul Qoyimah
Email : yimanadif@gmail.com
Contact Person : 085733155260
DAFTAR PUSTAKA
al-Burnusiy, Abi al-‘Abbas Ahmad bin Ahmad bin Muhammmad Saw bin ‘Isa Zarrouq al-Fasi, (Wafat 899 H)., Qawaid al-Tasawuf, Dar al-Kotob al-Ilmiyah, Beirut, Lebanon., 2019 M / 1440 H., (Tahqiq: Abdulmajid Khayali, 2002)., cet. kelima.
Tayeb, Mohammed Idris, (Lahir 1369 H / 1950 M)., Syarah Qawaid al-Tasawuf, Books Publisher, Beirut, Lebanon, 2022., cet. pertama, sebanyak 2 jilid.
Kementrian agama republik indonesia “Al-Qur’an kemenag” layanan kemenag (2022):2
Posting Komentar untuk "QOIDAH 36 : PENTINGNYA MEMAHAMI ILMU DAN KAIDAHNYA"