![]() |
Sumber Meta Ai |
قَاعِدَةٌ:(٩)
الصُّوفِيُّ، وَالْفَقِيرُ، والمَلَامَتِي
Sufi, Faqir dan Mulamat
إخْتِلَافُ النَّسَبِ قَدْ يَكُونُ لِاخْتِلَافِ الحَقَائِقِ، وَقَدْ يَكُونُ لاخْتِلَافِ المَرَاتِبِ فِي الحَقِيقَةِ الوَاحِدَةِ، فَقِيلَ: إِنَّ التَّصَوُّفَ وَالفَقْرَ وَالمَلَامَةَ وَالتَّقْرِيبَ مِنَ الأَوَّلِ ، وَقِيلَ: مِنَ الثَّانِي، وَهُوَ الصَّحِيحُ .
perbedaan penisbatan terkadang disebabkan perbedaan hakikat, atau disebabkan perbedaan tingkatan dalam satu hakikat, ada yang mengatakan : sesungguhnya tasawuf, fakir, malamah, dan pendekatan diri kepada Allah SWT merupakan penisbatan yang pertama, dan ada yang mengatakan penisbatan yang kedua itu yang lebih benar.
عَلَى أَنَّ الصُّوفِيَ هُوَ العَامِلُ فِي تَصْفِيَةِ وَقْتِهِ عَمَّا سِوَى الحَقِّ فَإِذَا سَقَطَ مَا سِوَى الحَقِّ مِنْ يَدِهِ فَهُوَ الْفَقِيرُ.
Seorang sufi adalah orang yang berusaha mensucikan waktunya dari selain Allah SWT, ketika sesuatu selain Allah SWT terputus dari genggamannya maka orang tersebut disebut fakir.
وَالمَلَامَتِيُّ مِنْهُمَا هُوَ الَّذِي لَا يُظْهِرُ خَيْرًا وَلَا يُضْمِرُ شَرًّا ، كَأَصْحَابِ الحِرْفِ وَالأَسْبَابِ وَنَحْوِهِمْ مِنْ أَهْلِ الطَّرِيقِ.
malamatiyah dari sufi dan fakir adalah kelompok orang yang tidak memperlihatkan kebaikan dan tidak menyembunyikan kesalahan, seperti orang yang memiliki pekerjaan dan sebab sebab kehidupan dari kalangan orang-orang ahli thoriqoh.
وَالمُقَرَّبُ مَنْ كَمُلَتْ أَحْوَالُه فَكَانَ بِرَبِّهِ لِرَبِّهِ، لَيْسَ لَهُ عَنْ سِوَى الحَقِّ إِخْبَارٌ ، وَلَا مَعَ غَيْرِ اللَّهِ قَرَارٌ ، فَافْهَمْ.
Muqarrab adalah orang yang keadaannya sempurna sehingga ia bersama dengan tuhan untuk tuhannya, tidak ada untuknya selain khabar dari Allah SWT, dia tidak mengambil keputusan selain kepada Allah SWT. fahamilah
******************************
شرح عند شيخ محمد ادريس طيب:
هذه القاعدة تتمة للقاعدة السابقة؛ ذلك أن اختلاف النسب للتصوف قد يكون مرده إلى:
kaidah ini merupakan lanjutan dari kaidah sebelumnya, bahwa perbedaan penisbatan dalam tasawuf disebabkan oleh :
* اختلاف الحقائق: أي العلوم الوهبية الجامعة، والنكت الحكمية التي يفتح الله بها على الصوفي؛ فترد على قلبه، وتجري على لسانه؛ وهو اختلاف قد يكون في الكم أو الكيف؛ وقد يكون في المراتب:
perbedaan hakikat: yaitu ilmu-ilmu wahbiyah secara keseluruhan, dan petunjuk hikmah yang diberikan Allah SWT kepada seorang sufi, kemudian diterima di dalam hatinya, dan mengalir pada lisannya, merupakan perbedaan yang bisa terjadi dalam kuantitas atau kualitas kadang-kadang dalam beberapa tingkatan.
اختلاف الحقائق الذي قد يكون في الكم، أو الكيف، أو فيهما معا؛ وهو أمر طبيعي؛ لأن الاختلاف في الأصل (التصوف) يقضي بالاختلاف في الفرع.
perbedaan hakikat yang terjadi pada kualitas dan kuantitas, ataupun keduanya secara bersamaan merupakan hal yang wajar, karena perbedaan di dalam dasar tasawuf mengakibatkan perbedaan pada cabangnya.
اختلاف المراتب في الحقيقة الواحدة: أي الاختلاف في النسب ومدى تمكنها من القلب؛ حيث يظهر نورها في الباطن والظاهر.
perbedaan tingkatan dalam satu hakikat yaitu perbedaan di dalam penisbatan dan cakupan kemungkinan hakikat berasal dari hati, sehingga cahayanya tampak di dalam batin dan dhohir
ومن اختلاف المراتب في الحقيقة الواحدة عند الصوفية الاختلاف الحاصل في نسب ومفاهيم ومراتب التصوف والفقر، والملامة، والتقريب.
Diantara perbedaan beberapa tingkatan di dalam satu hakikat menurut para sufi yaitu perbedaan yang terjadi dalam penisbatan, pemahaman, tingkatan tasawuf, dan fakir, malamah, dan taqrib (pendekatan kepada Allah SWT)
* فمنهم من رد الكل إلى التصوف، وما عداه مراتب ونسب فيه؛ فالصوفي هو من تحقق بالفقر والملامة؛ حيث يعمل على تصفية وقته عما سوى الله؛ فإن خالطه شيء من الأعراض والأغراض فهو الفقير؛ أما الملاماتي فهو الذي لا يظهر خيرا ولا يضمر شرا كالمريدين من أصحاب الحرف؛ أما المقرب فهو الذي كملت أحواله، فكان بربه لربه؛ يعيش مع ربه في جميع أحواله (في جمعه وفرقه، وفنائه وبقائه).
beberapa orang mengembalikan semuanya pada tasawuf, dan tidak terdapat tingkatan dan hubungan didalamnya, sufi adalah dia yang merealisasikan dirinya dalam kefakiran dan kemalamatian sehingga membersihkan waktunya dari sesuatu selain Allah SWT, ketika dia mencampuri waktu yang berupa a’radh dan aghradh maka disebut orang fakir, sedangkan malamah adalah dia yang tidak menampakkan kebaikannya dan tidak menyembunyikan keburukannya seperti murid dari ashabul harfi, adapun muqarrab dia selalu bersama tuhannya untuk menuju tuhannya, dia hidup bersama tuhan dalam segala keadaannya (dalam jami’, farq, fana’, maupun baqa’)
* ومنهم من ردها إلى الفقر؛ لأن الفقير الملاماتي هو الصوفي؛ فـ: "نهاية الفقر مع شرفه هو بداية التصوف"؛ إذ الفقر كائن في ماهية التصوف، وهو أساسه، وبه قوامه "فلا" وصول للتصوف إلا عن طريق الفقر".
sebagian yang lain mengembalikan pada fakir karena fakir, malamati adalah seorang sufi, “akhir dari fakir serta kemuliaannya adalah permulaan dari tasawuf”, karena fakir berada dalam hakikat tasawuf dan ia adalah dasar nya, dan sebab fakirlah tasawuf tegak, maka tidaklah mencapai tasawuf kecuali dari jalan fakir.
فالتصوف كما قال رويم (1): "مبني على ثلاث خصال: التمسك بالفقر والافتقار، والتحقق بالبذل والإيثار، وترك التعرض والاختيار"(2)، وهذا ما يرجحه الشيخ أحمد زروق؛ وإن قيد ذلك بشروط.
(1)رويم هو أبو محمد رويم بن أحمد البغدادي من كبار مشايخ الصوفية. كان مقرنا وفقيها على
مذهب داود الظاهري توفي سنة 303 هجرية.
(2)عوارف المعارف للسهروردي
tasawuf menurut Abu Muhammad Ruwaim bin Ahmad al-baghdadi: tasawuf di bangun dari tiga macam; faqir wa iftiqor, mewujudkan badl wa itsar , dan ta’ridh wa ikhtiyar, dan pendapat ini diunggulkan oleh syaikh Ahmad Zarruq, dan tasawuf dibatasi dengan syarat-syarat antara lain:
- فالصوفي هو الذي كرس كل وقته وجميع أقواله وأعماله لرضى ربه بإخلاص؛ فصفى عن كل خلق مذموم؛ بل هو الذي عمل على إصلاح قلبه وإفراده الله عما سواه (3)، فتاء التصوف من التجريد، وصاده من الصفاء، وواوه من الوفاء، وفاؤه من الألفة (4)
(3) شرح المباحث الأصلية، وشرح الحكم العطائية.
(4)رسالة أهل الخصوصية. قمنا بتحقيقها
sufi adalah dia yang mengabdikan seluruh waktunya, semua perkataan dan perbuatan untuk mencari keridhaan tuhannya dengan ikhlas, kemudian membersihkan dari semua perilaku tercela, bahkan dia berusaha memperbaiki dengan kebersihan hatinya dan mengesakan Allah SWT dari selainnya, huruf ta’ tasawuf berasal dari tajrid (pengosongan diri), dan huruf shod-nya tasawuf berasal dari shofa’ (kesucian), dan wawu nya lafadz tasawuf berasal dari wafa’ (kesetiaan), dan huruf fa’ nya tasawuf berasal dari ulfah (keharmonisan).
- أما الفقير؛ فهو من افتقر في كل أحواله إلى ربه، وهو المتوجه للحق على بساط الصدق، ومن لم تبق فيه بقية لغير الحق سبحانه، وهو أعلى مراتب التصوف (5).
(5) المباحث الأصلية.
adapun fakir adalah orang yang membutuhkan Allah SWT dalam setiap tingkah lakunya, dialah yang mendekatkan diri pada Allah SWT dalam landasan kejujuran, dan tidak ada yang tertinggal dalam dirinya selain hanya kepada Allah SWT, dialah tingkatan tertinggi dalam tasawuf
ومنزلة الفقر بالمفهوم السابق أشرف منازل الطريق عند الصوفية، وأعلاها، وأرفعها؛ بل هي روح كل منزلة وسرها ولبها وغايتها؛ لأن الهدف منها تحقيق الافتقار الله تعالى؛ بحيث لا نستغني إلا به؛ وهو ما يرجحه الشيخ أحمد زروق:
kedudukan fakir dalam pemahaman yang awal itu kedudukan yang lebih mulia, lebih unggul, dan lebih tinggi di kalangan ahli sufi, bahkan kedudukan fakir adalah inti dari semua tempat, baik rahasianya, intisarinya, dan tujuannya, karena tujuannya yaitu mewujudkan rasa butuh terhadap Allah SWT, sehingga tidak membutuhkan apapun kecuali kepada Allah SWT, pendapat ini merupakan pendapat yang diunggulkan oleh Syaikh Ahmad Zarruq:
"وقيل من الثاني وهو الصحيح"؛ وهو ما ذهب إليه السهروردي وجماعة معه.
قال السهروردي: "واعلم أن الفقر أساس التصوف وبه قوامه؛ على معنى أن الوصول إلى رتب التصوف طريقه الفقر؛ لا على معنى أنه يلزم من وجود التصوف وجود الفقر "(6).
(6) عوارف المعارف
"ada yang mengatakan ungkapan yang kedua merupakan yang benar” dan pendapat ini merupakan pendapat yang diambil Suhrawardi dan kelompoknya, dia berkata : “ketahuilah sesungguhnya fakir adalah dasar dari tasawuf, dan dengan faqir tasawuf tegak, pengertian bahwa pencapaian tingkatan tasawuf melalui jalan fakir, bukan dengan pengertian bahwa keberadaan tasawuf mengharuskan adanya fakir.
وسئل الشبلي (7)عن حقيقة الفقر؛ فقال: "ألا تغني بشيء دون الحق".
والفقر عند الصوفية لا يعني الفقر بمفهومه اللغوي، ولا يتنافى معه؛ فقد كان إبراهيم عليه السلام ذا مال، وكان داود وسليمان عليهما السلام ملكين، ووجد الله تعالى نبيه محمدا عائلا فأغناه؛ إلا أنهم كانوا أغنياء في فقرهم؛ فقراء في غناهم؛ إذ الفقر الحقيقي دوام الافتقار إلى الله تعالى في كل حال؛ فالفقر ذاتي في العباد، ولا ينسب الغنى إلا لله تعالى.
(7)هو أبو بكر دلف بن جحدر الشبلي البغدادي المولد والمنشأ والوفاة الفقيه المالكي، تاب في مجلس خير النساج، وصحب الجنيد، ومن عاصره من المشايخ؛ فصار أوحد عصره علما.
وحالا توفي سنة 334 هجرية.
As-syibli ditanya tentang hakikat fakir, maka dia berkata “Engkau tidak merasa cukup dengan apapun tanpa Allah SWT“ fakir menurut sufi bukan fakir yang dipahami secara bahasa, dan tidak berlawanan dengan bahasa, sesungguhnya Nabi Ibrahim As. seseorang yang memiliki harta, nabi Daud dan Sulaiman As. keduanya adalah raja, dan Allah SWT mendapati nabi Muhammad dalam keadaan miskin lalu Allah SWT mencukupi, mereka merasa kaya di dalam kefakiran mereka, dan mereka merasa fakir dalam kekayaan mereka, sebab hakikat fakir adalah selalu membutuhkan Allah SWT di dalam setiap keadaan, fakir adalah identitas setiap hamba, sementara kekayaan hanya dinisbatkan kepada Allah SWT.
ومن كلامه: "من حكم الحكيم أنه يوسع على إخوانه في الأحكام ويضيق على نفسه فيها؛ فإن التوسعة من اتباع العلم والتضييق على نفسه من حكم الورع".
والفقر له بداية ونهاية، وظاهر وباطن، فبدايته: الذل ونهايته: العز وظاهره : العدم وباطنه :الغنى.
diantara ucapannya “diantara kebijaksanaan orang yang bijaksana adalah sungguh dia mempermudah saudaranya dalam hal memberi hukum dan mempersempit dirinya sendiri dalam memberi hukum, karena mempermudah adalah bagian dari mengikuti ilmu, sedangkan mempersempit diri adalah bagian dari wira’i”
fakir itu memiliki awal dan akhir, aspek lahir dan batin, awalnya : kehinaan dan akhirnya : kemuliaan, dan dzahir-nya adalah ketiadaan dan bathin-nya adalah kecukupan.
وعند الكمل من الرجال الصوفية أنه لا تفاوت في الكمال بين الفقر والغنى؛ ما دام الافتقار لله والاستغناء به؛ بل إن الافتقار إليه هو عين الاستغناء به؛ لأنهما حالتان لا تتم أحدهما إلا بالأخرى. وأما كلامهم في مسألة الفقير الصابر، والغني الشاكر وترجيح أحدهما على صاحبه فعند أهل التحقيق والمعرفة: أن التفضيل لا يرجع إلى ذات الفقر والغنى. وإنما يرجع إلى الأعمال، والأحوال، والحقائق.
kesempurnaan dari seorang sufi ketika tidak ada perbedaan kesempurnaan antara kefakiran dan berkecukupan, selama seseorang tetap membutuhkan Allah SWT dan merasa cukup dengannya, bahkan sesungguhnya merasa butuh kepada Allah SWT adalah inti dari merasa cukup kepada nya, karena sesungguhnya keadaan keduanya tidak melengkapi salah satunya kecuali dengan yang lain, dan adapun ucapan mereka tentang orang fakir yang sabar, dan orang kaya yang bersyukur, maka menurut ahli hakikat dan makrifat bahwa keutamaan tidak kembali kepada fakir dan kaya itu sendiri tapi kembali pada a’mal, ahwal, haqoiq yang di capai.
وهل الفقر والتصوف مختلفان، أو مترادفان؟ يرجح الشيخ أحمد زروق الترادف، وإنما الاختلاف يعود إلى درجات الكمالات؛ إذ الصوفي من صفا عن كل خلق مذموم، والفقير من لم تبق فيه لغير الحق سبحانه (8)؛ إلا أن الفقير يكون تمسكه بفقره بإرادته، أما الصوفي فيكون قائما في الأشياء بإرادة الله تعالى؛ إذ لا يرى فضيلة إلا الله تعالى.
(8)المباحث الأصلية.
Apakah fakir dan tasawuf berbeda keduanya ataukah sama? Syaikh Ahmad Zarruq mengunggulkan pendapat yang menyamakan, dan perbedaan itu kembali pada derajat kemuliaan, karena seorang sufi bersih dari semua sifat buruk, dan fakir adalah seseorang yang tidak meninggalkan sesuatu kecuali hanya Allah SWT, fakir itu berdiri dengan kefakiran nya, adapun sufi itu bertahan dalam sesuatu karena kehendak Allah SWT, karena dia tidak melihat keutamaan kecuali hanya Allah SWT.
أما الملاماتي هو من حاسب نفسه في كل حركاته وسكناته؛ فالملاماتية: "قوم قاموا مع الله تعالى على حفظ أوقاتهم ومراعاة أسرارهم؛ فلاموا أنفسهم على جميع ما أظهروا".
Adapun malamati yaitu orang yang intropeksi diri dalam setiap gerak dan diamnya, kaum malamatiyah :“ kelompok yang berdiri bersama Allah SWT dengan menjaga waktu dan memelihara rahasia mereka, mereka mencela diri mereka terhadap semua yang mereka tampak kan.
فهم قوم أظهروا للخلق قبائح أحوالهم، وكتموا عنهم محاسنهم؛ فلامهم الخلق على ظواهرهم، ولاموا أنفسهم على ما يعرفونه من بواطنهم؛ فسلم لهم حالهم مع خالقهم؛ فهم كما قال السهروردي(9): "يرون كتم الأحوال والأعمال، ويتلذذون بكتمها؛ حتى لو ظهرت أعمالهم وأحوالهم لأحد استوحش من ذلك كما يستوحش العاصي من ظهور معصيته؛ فالملاماتي عظم وقع الإخلاص وموضعه وتمسك به معتمدا عليه، والصوفي غاب في إخلاصه عن إخلاصه".
- Kaidah 35: Menilai Cabang Berdasarkan Asal dan Kaidahnya
- Kaidah 34: Orang yang Berbicara tentang suatu Cabang Ilmu Harus Menghubungkan Cabang-cabangnya dengan Pokok-pokoknya, dan Menyambungkan Pemahaman dengan Sumber-sumbernya
- Kaidah 6: Istilah itu untuk Sesuatu dengan Apa yang Menunjukkan Maknanya dan Menyampaikan Hakikatnya
(9)السهروردي بتشديد السين، وسكون الهاء، وفتح الراء والواو، وسكون الراء الثانية. هو شهاب الدين أبو حفص عمر بن محمد القرشي التيمي البكري السهروردي الشافعي. فقيه صوفي سكن بغداد في أواخر حياته وتوفي بها سنة 632 هجرية. من أهم تصانيفه: آداب المريدين" و "عوارف المعارف في بيان طريق القوم؛ وهو غير السهروردي المقتول صاحب المذهب الاستشراقي في التصوف
mereka adalah kaum yang memperlihatkan keburukan keadaan mereka, dan menyembunyikan kebaikan mereka kepada makhluk, dan mencela diri mereka sendiri terhadap apa yang mereka ketahui dalam batinnya, kemudian mereka menyerahkan keadaan mereka kepada Allah SWT, mereka seperti yang dikatakan oleh Suhrawardi: “mereka menyembunyikan keadaan dan perbuatan mereka, dan mereka menikmati dengan sembunyi, sehingga jika keadaan dan perbuatan mereka terlihat oleh seseorang, orang itu merasa takut seperti takutnya orang yang berdosa dan ditampakkan dosanya, malamati itu memuliakan keikhlasan dan berpegang teguh dengan bergantung padanya, dan seorang sufi tenggelam dalam keikhlasan dari keikhlasan tersebut.
عموما فإن الصوفي والفقير والملاماتي وإن اختلفوا في أحوالهم؛ فقصدهم جميعا التقرب إلى مولاهم.
قال السهروردي:" الفقر غير التصوف بل نهايته بدايته، وكذا الزهد غير الفقر, وليس الفقر عندهم الفاقة والعدم فحسب؛ بل الفقر المحمود الثقة بالله والرضى بما قسم".
secara umum sufi, fakir, dan malamati meskipun berbeda dalam ahwalnya, tapi tujuan dari semuanya hanyalah mendekatkan diri kepada tuhan mereka.
Suhrawardi berkata: fakir bukanlah tasawuf bahkan akhir dari fakir merupakan permulaan dari tasawuf, begitu juga zuhud itu bukanlah fakir, fakir menurut mereka bukan kemiskinan, dan ketiadaan maka pertimbangkanlah, tetapi fakir itu kepercayaan baik kepada Allah SWT dan ridho dengan apa yang dia tentukan.
وقال: "الصوفي غير الملاماتي؛ فإن الملاماتي هو الذي لا يظهر خيرا، ولا يضمر شرا، والصوفي هو الذي لا يشتغل بالخلق، ولا يلتفت إلى قبولهم، ولا إلى ردهم"(10).
(10) آداب المريدين.
(11) عوارف المعارف
Suhrowardi berkata : “sufi bukanlah malamati, sesungguhnya malamati yaitu yang tidak menampakkan kebaikannya, dan tidak menyembunyikan keburukannya, sufi adalah dia yang tidak menyibukkan dirinya dengan makhluq, dan tidak peduli terhadap penerimaan mereka atau penolakan mereka.
فـ: الملاماتي تشربت عروقه طعم الإخلاص، وتحقق بالصدق؛ فلا يحب أن يطلع أحد على حاله وأعماله "(11).
ولقد سأل حذيفة الرسول صلى الله عليه وسلم عن الإخلاص ما هو؟ قال: سألت جبريل عن الإخلاص ما هو؟ قال: سألت رب العزة عن الإخلاص ما هو ؟ قال: "هو سر من سري استودعته قلب من أحببت من عبادي". عوارف المعارف.
(11) عوارف المعارف
malamati itu telah menyerap kedalam urat nadinya rasa keikhlasan, dan merealisasikan kejujuran, mulamati tidak menyukai jika ada yang mengetahui keadaanya dan perbuatannya”
dan sungguh Hudzaifah pernah bertanya kepada rasulullah mengenai apa itu ikhlas? berkatalah Rasulullah : Aku bertanya pada jibril ikhlas itu apa? Jibril berkata : saya bertanya pada Allah SWT, apa itu ikhlas? Lalu dijawab oleh Allah SWT : ikhlas itu adalah rahasia dari rahasiaku yang kutitipkan pada hati orang-orang yang kucintai dari hamba hambaku. Awariful ma’arif.
فـ: الملاماتي له مزيد اختصاص بالتمسك بالإخلاص؛ يرون كتم الأحوال والأعمال، ويتلذذون بكتمها؛ حتى لو ظهرت أعمالهم وأحوالهم لأحد استوحشوا من ذلك كما يستوحش العامي من ظهور معصيته ...؛ فالملاماتي مقيم في أوطان إخلاصه غير متطلع إلى حقيقة خلاصه "(12).
ومن أصول الملاماتية أن الذكر على أربعة أقسام:
* ذكر باللسان * وذكر بالقلب * وذكر بالسر * وذكر بالروح.
(12)المصدر السابق
malamati memiliki tambahan kekhususan dengan berpegang teguh terhadap ikhlas, mereka menyembunyikan keadaan dan perbuatan mereka, dan menikmati dalam menyembunyikannya, sehingga ketika perbuatan dan keadaan mereka diketahui oleh seseorang dia merasa takut seperti takutnya orang awam ketika diketahui kemaksiatannya, malamati menetap pada keikhlasannya, tidak berharap pada hakikat keikhlasan”
diantara prinsip dari malamatiyah adalah bahwa dzikir itu terbagi menjadi 4 bagian:
dzikir lisan, dzikir hati, dzikir sirr, dzikir ruh.
" فإذا صح ذكر الروح سكت السر والقلب واللسان عن الذكر؛ وذلك ذكر المشاهدة، وإذا صح ذكر السر سكت القلب عن الذكر؛ وذلك ذكر الهيبة، وإذا صح ذكر القلب فتر اللسان عن الذكر؛ ذكر الآلآ والنعماء، وإذا غفل القلب عن الذكر أقبل اللسان على الذكر؛ وذلك ذكر العادة... "(13).
(13) المصدر السابق
ketika berdzikir dengan ruh dilakukan dengan benar maka sirr, hati, dan lisan akan diam dari berdzikir, itulah dzikir musyahadah, dan ketika berdzikir sirr dilakukan dengan benar maka hati akan diam dari berdzikir, itulah dzikir haibah, dan ketika hatinya telah benar maka lisannya akan lemah dari berdzikir, itulah dzikir al-alla i dan nu’mah, ketika hati lalai dari berdzikir maka lisan kembali berdzikir, dan itu adalah dzikir kebiasaan.
قال الشيخ أحمد زروق في الفرق بين الصوفي والملاماتي:
"حكم الملاماتي أن لا يظهر خيرا، ولا يضمر شرا؛ وشرح هذا هو أن الملاماتي تشربت عروقه طعم الإخلاص، وتحقق بالصدق؛ فلا يحب أن يطلع أحد على حاله وأعماله؛ والملامتية لهم مزيد إخلاص بالعمل بالتمسك بالإخلاص. يرون كتم الأحوال ويتلذذون بكتمها؛ لو ظهرت أحوالهم لأحد لاستوحشوا من ذلك، كما يستوحش العاصي من ظهور معصيته؛ فالملاماتي عظم موقع الإخلاص، وموضعه من قلبه، وتمسك به معتمدا به والصوفي غاب في إخلاصه".
Syaikh Ahmad Zarruq berkata tentang perbedaan sufi dan malamati:
malamati sesungguhnya tidak memperlihatkan kebaikan, dan tidak menyembunyikan keburukan, penjelasannya adalah bahwa orang-orang malamati itu rasa ikhlasnya telah merasuk pada urat uratnya, dan merealisasikan dengan kejujuran, ia tidak menyukai jika orang mengetahui keadaan dan perbuatannya, kaum malamati itu bertambah terus keikhlasan dalam amalnya dengan berpegang teguh dengan keikhlasan. mereka menyembunyikan keadaan mereka dan menikmati dalam menyembunyikannya, jika keadaan mereka tampak pada seseorang maka mereka akan merasa takut karena hal tersebut, sebagaimana orang yang bermaksiat dan takut akan tampaknya kemaksiatannya, orang malamah merupakan orang yang mengagungkan keikhlasannya, dan keikhlasan itu bertempat pada hatinya, dan berpegang teguh pada keikhlasan sedangkan seorang sufi tenggelam dalam keikhlasannya.
قال أبو يعقوب السوسي(14) عن الملاماتية: "متى شهدوا في إخلاصهم الإخلاص احتاج إخلاصهم إلى إخلاص".
وقال بعضهم: "صدق الإخلاص عدم رؤية الخلق بدوام النظر إلى الحق"؛
فالملاماتي يرى فيخفي عمله وحاله.
وقال جعفر الخلدي (15): "سألت أبا القاسم الجنيد: أبين الإخلاص والصدق فرق؟ قال: نعم. الصدق أصل؛ وهو الأول، والإخلاص فرع؛ وهو تابع تال".
(14) السوسي هو : أبو يعقوب السوسي الصوفي الشهير. صحب سهل التستري، كما تخرج على يديه أبو يعقوب إسحاق بن محمد النهرجوري.
(15) هو أبو محمد جعفر بن محمد الخلدي المشهور بالخواص شيخ الصوفية في عهده ببغداد.
حج 56 مرة. توفي سنة 348 هجرية.
berkata Abu Ya’qub As-Susi tentang malamatiyah: “ketika mereka menyaksikan keikhlasan dalam keikhlasan mereka, maka keikhlasan itu membutuhkan keikhlasan lagi”.
dan sebagian ulama’ juga berkata: keikhlasan yang benar tidak memandang pada makhluk dengan terus menerus melihat kepada Allah SWT, malamah itu melihat lalu menyembunyikan keadaan dan perbuatannya.
dan berkata Ja’far Khuldi: aku bertanya pada Abu Qosim al-Junaidi: apakah diantara ikhlas dan jujur terdapat perbedaan? dijawab : iya. shidqu itu dasar, dia merupakan awal, dan ikhlas itu cabang, dan dia merupakan pengikut selanjutnya.
وقال: بينهما فرق؛ لأن الإخلاص لا يكون إلا بعد الدخول في العمل. ثم قال: "إنما هو إخلاص، ومخالصة الإخلاص، وخالصة المخالصة؛ فعلى هذا، الإخلاص:حال الملاماتي، ومخالصة الإخلاص حال الصوفي، وخالصة المخالصة ثمرة مخالصة الإخلاص؛ وهو فناء العبد عن رسومه برؤية قيامه بقيومه؛ بل غيبته عن رؤية قيامه؛ وهو الاستغراق في العين عن الآثار، والتخلص عن لوث الأغيار؛ وهو حال الصوفي".
dan ada yang mengatakan : diantara keduanya ada perbedaan, karena keikhlasan tidak ada kecuali sampai terjadinya perbuatan. kemudian ia berkata: ”sesungguhnya ikhlas itu ada pembagiannya, ikhlas, mukholisoh likhlas, dan kholishoh mukholisoh , oleh sebab ini, ikhlas adalah halnya malamati, dan mukholisoh ikhlas adalah hal nya sufi, dan kholishoh mukholisoh itu buah dari pemurnian ikhlas, yang mana itu adalah ketiadaan hamba dengan melihat nilai seorang hamba dengan tuhannya, bahkan menghilangkan dri melihat nilai , dan dia menghilangkan didalam pandangan atsar (akibat, balasan) dan memurnikan dari kotoran yang lain, dia itu adalah seorang sufi.
والملاماتي مقيم في أوطان إخلاصه غير منقطع إلى حقيقة إخلاصه؛ وهذا فرق واضح بين الملاماتي والصوفي؛ فالملاماتي وإن كان متمسكا بعروة الإخلاص مستفرشا بساط الصدق؛ ولكن عليه بقية من رؤية الخلق؛ وما أحسنها من بقية تحقق الإخلاص والصدق.
malamati itu adalah orang yang tinggal dalam tempat keikhlasannya , tidak akan berhenti sehingga menempati hakikat keikhlasan, ini adalah perbedaan yang jelas antara malamati dan sufi, malamati itu berpegang teguh dengan tali keikhlasan dan membentangkan hamparan kejujuran, dan tetapi padanya masih tersisa pandangan terhadap makhluk, dan betapa baiknya jika yang tersisa adalah hakikat keikhlasan dan kejujuran.
والصوفي صفا عن هذه البقية في طرفي العمل والترك للخلق، وعزلهم بالكلية، ورآهم بعين الفنا والزوال، ولاحت له ناصية التوحيد، وعاين سر ﴿كُلُّ شَيْءٍ هَالِك إِلَّا وَجْهَهُ ﴾ [القصص: 88]، كما قال بعضهم في بعض غلباته: (ليس في الدارين إلا الله).
seorang sufi bersih dari dua sisa sisa keterikatan terhadap makhluq dalam amal dan meninggalkan amal, dan sufi memisahkan makhluq secara keseluruhan, dan mereka melihat dengan pandangan kefanaan dan kemusnahan, dan tampaklah padanya puncak tauhid, dan dia menyaksikan rahasia ayat (segala sesuatu pasti akan binasa, kecuali dzatnya) [al-qasas:88] seperti yang dikatakan sebagian ulama’ tasawuf tentang kekuasaan nya Allah SWT: (tidak ada di dunia dan akhirat kecuali Allah SWT)
وقد يكون إخفاء الملاماتي الحال على وجهين
أحدهما الإخلاص والصدق.
والآخر هو ألا يستر الحال عن الغير بنوع غيره؛ فإن من خلا بمحبوبه كره إطلاع الغير عليه؛ بل يبلغ في صدق المحبة أن يكره إطلاع الغير على حبه لمحبوبه؛ ولكن هذا وإن علا؛ ففي طريق الصوفي علة ونقص؛ فعلى هذا يتقدم الملاماتي على الصوفي، ويتأخر عن الصوفي.
terkadang penyembunyian keadaan malamati itu menjadi dua
pertama ikhlas dan jujur
kedua tidak menyembunyikan keadaannya dari yang lain dengan perkara yang lain, karena orang yang sedang bersama dengan kekasihnya, dia tidak akan suka jika diketahui oleh yang lain, bahkan orang yang sampai pada cinta sejati tidak akan suka diketahui orang lain atas cintanya kepada kekasihnya. meskipun ini lebih mulia dalam jalan seorang sufi terdapat cacat dan kekurangan maka berdasarkan ini, orang malamati lebih unggul daripada seorang sufi, meskipun ia tertinggal di belakangnya.
Mutarjim : Fina Nuril Masrurin
Contact Person : 085850238244
Email : finanurilmz21@gmail.com
DAFTAR PUSTAKA
al-Burnusiy, Abi al-‘Abbas Ahmad bin Ahmad bin Muhammad bin ‘Isa Zarrouq al-Fasi, (Wafat 899 H)., Qawaid al-Tasawuf, Dar al-Kotob al-Ilmiyah, Beirut, Lebanon., 2019 M / 1440 H., (Tahqiq: Abdulmajid Khayali, 2002)., cet. kelima.
Tayeb, Mohammed Idris, (Lahir 1369 H / 1950 M)., Syarah Qawaid al-Tasawuf, Books Publisher, Beirut, Lebanon, 2022., cet. pertama, sebanyak 2 jilid.
Kementrian agama republik indonesia “Al-Qur’an kemenag” layanan kemenag (2022):2
Posting Komentar untuk "Qaidah 9: Sufi, Faqir, dan Mulamat"