HUKUM BERKURBAN MELALUI APLIKASI KURBAN ONLINE
Kurban online adalah mekanisme berkurban yang dilakukan dengan sistem digital, dimana masyarakat cukup melakukan transaksi via aplikasi atau website, kemudian menyerahkan akad perwakilan (wakalah) kepada lembaga terpercaya untuk membeli, menyembelih, dan menyalurkan hewan kurban kepada penerima manfaat. Fenomena ini menimbulkan pertanyaan terutama di kalangan masyarakat, karena dalam praktiknya orang yang melaksanakan kurban tidak melihat langsung hewan yang akan dikurbankan sehingga menimbulkan keraguan apakah ibadah kurbannya tetap sah atau tidak menurut syariat. Hal ini dapat dilihat pada Idul Adha 1444 H ketika BAZNAS meluncurkan program “Kurban Berdayakan Desa” yang memungkinkan masyarakat kota berkurban secara online. Misalnya Pak Ahmad, seorang karyawan swasta di Surabaya, mengikuti program ini melalui website (kurban.baznas.go.id) dengan membeli seekor kambing senilai Rp. 2.800.000,-. Ia menyerahkan akad wakalah kepada BAZNAS, hewan kurbannya dibeli dari peternak binaan desa, disembelih oleh panitia lokal, dan dagingnya disalurkan kepada keluarga miskin serta rawan gizi. Meski Pak Ahmad tidak melihat langsung hewan kurbannya, ia menerima laporan resmi, sertifikat digital, serta dokumentasi penyembelihan dan distribusi sebagai bentuk pertanggungjawaban.
Bagaimana hukum keabsahan berkurban melalui aplikasi kurban online tanpa melihat langsung hewannya?
Boleh (Sah)
Karena Diperbolehkan mewakilkan (wakalah) dalam pelaksanaan kurban sebagai wakil untuk membeli hewan kurban, menyembelihnya, dan menyalurkannya kepada penerima. Alasan lainya yaitu tidak disyaratkanya penyembelihan dilakukan di tempat orang yang berkurban.
اللَّهُمَّ هِدَايَةً لِلصَّوَابِ: فِي فَتَاوَى الْعَلَّامَةِ الشَّيْخِ مُحَمَّدِ بْنِ سُلَيْمَانَ الْكُرْدِيِّ مُحَشِّيْ شَرْحِ ابْنِ حَجَرٍ عَلَى الْمُخْتَصَرِ مَا نَصُّهُ: - سُئِلَ رَحِمَهُ اللّٰهُ تَعَالَى: جَرَتْ عَادَةُ أَهْلِ بَلَدِ جَاوَى عَلَى تَوْكِيْلِ مَنْ يَشْتَرِيْ لَهُمْ النَّعَمَ فِيْ مَكَّةَ لِلْعَقِيْقَةِ، أَوِ الأُضْحِيَّةِ، وَيَذْبَحُهُ فِيْ مَكَّةَ، وَالْحَالُ: أَنَّ مَنْ يَعُقُّ أَوْ يُضَحِّيَ عَنْهُ فِي بَلَدِ جَاوَى فَهَلْ يَصِحُّ ذَلِكَ أَوْ لَا؟ أَفْتُونَا. - الْجَوَابُ: نَعَمْ، يَصِحُّ ذٰلِكَ، وَيَجُوْزُ التَّوْكِيْلُ فِيْ شِرَاءِ اْلأُضْحِيَّةِ وَالْعَقِيْقَةِ، وَفِيْ ذَبْحِهَا، وَلَوْ بِبَلَدٍ غَيْرِ بَلَدِ الْمُضَحِّيْ وَالْعَاقِّ، كَمَا أَطْلَقُوْهُ، فَقَدْ صَرَّحَ أَئِمَّتُنَا بِجَوَازِ تَوْكِيْلِ مَنْ تَحِلُّ ذَبِيْحَتُهُ فِيْ ذَبْحِ اْلأُضْحِيَّةِ، وَصَرَّحُوْا بِجَوَازِ التَّوْكِيْلِ، أَوِ الْوَصِيَّةِ فِيْ شِرَاءِ النَّعَمِ وَذَبْحِهَا، وَأَنَّهُ يُسْتَحَبُّ حُضُوْرُ الْمُضَحِّيْ أُضْحِيَّتَهُ، وَلَا يَجِبُ. (إعانة الطالبين على حل ألفاظ فتح المعين، ج٣، ص ١٤٨٢)
“Jawaban yang Benar: Dalam fatwa-fatwa Al-Allamah Syekh Muhammad bin Sulaiman Al-Kurdi, yang merupakan pensyarah (pemberi catatan kaki) bagi syarah Ibnu Hajar atas Al-Mukhtashar, terdapat teks sebagai berikut: (Beliau ditanya), rahimahullahu ta'ala: 'Sudah menjadi kebiasaan penduduk negeri Jawa (Indonesia) untuk mewakilkan pembelian hewan ternak (na'am) di Mekah untuk tujuan Akikah atau Kurban (Udhhiyyah), dan penyembelihannya pun dilakukan di Mekah. Sementara orang yang berakikah atau berkurban itu berada di negeri Jawa. Apakah praktik tersebut sah atau tidak? Berilah kami fatwa! (Jawaban): 'Ya, hal tersebut sah. Diperbolehkan mewakilkan pembelian hewan kurban dan akikah, serta mewakilkan penyembelihannya, sekalipun dilakukan di negeri yang berbeda dari negeri tempat orang yang berkurban dan berakikah, sebagaimana ulama telah memutlakkan hukumnya. Para imam kami (ulama Syafi'iyyah) secara tegas menyatakan kebolehan mewakilkan penyembelihan kurban kepada orang yang halal sembelihannya. Dan mereka juga menegaskan kebolehan mewakilkan atau berwasiat dalam hal pembelian hewan ternak dan penyembelihannya, dan bahwa disunahkan (dianjurkan) bagi orang yang berkurban untuk menghadiri penyembelihannya. Namun, hal itu tidak wajib.” (I'anatu al-Thalibin 'ala Halli Alfazh Fath al-Mu'in, Juz 3, Halaman 1482)
قَوْلُهُ: (وَوَاجِبٌ إنْ مَلَكَ الْفَقِيْرُ إلَخْ) قَالَ فِيْ الرَّوْضِ: وَنَقْلُهَا عَنْ بَلَدِهَا كَنَقْلِ الزَّكَاةِ. اِنْتَهَى. وَهُوَ الْمُعْتَمَدُ وَإِنْ نَازَعَ الْإِسْنَوِيُّ فِيْهِ، فَالْمُرَادُ بِالْفَقِيْرِ : فَقِيْرُ بَلَدِهَا وَيَنْبَغِيْ أَنْ يُعْلَمَ أَنَّ الْمُرَادَ بِبَلَدِهَا بَلَدُ ذَبْحِهَا، وَقَدْ ظَنَّ بَعْضُ الطَّلَبَةِ أَنَّ شَرْطَ إجْزَاءِ اْلْأُضْحِيَّةِ ذَبْحُهَا بِبَلَدِ الْمُضَحِّيْ حَتَّى يَمْتَنِعَ عَلَى مَنْ أَرَادَ الْأُضْحِيَّةَ أَنْ يُوَكِّلَ مَنْ يَذْبَحُ عَنْهُ بِبَلَدٍ آخَرَ وَالظَّاهِرُ أَنَّ هَذَا وَهْمٌ، بَلْ لَا يَتَعَيَّنُ أَنْ يَكُوْنَ الذَّبْحُ بِبَلَدِ الْمُضَحِّيْ بَلْ أَيُّ مَكَانٍ ذَبَحَ فِيْهِ بِنَفْسِهِ أَوْ نَائِبِهِ مِنْ بَلَدِهِ أَوْ بَلَدٍ أُخْرَى أَوْ بَادِيَةٍ أَجْزَأَ، وَامْتَنَعَ نَقْلُهُ عَنْ فُقَرَاءِ ذٰلِكَ الْمَكَانِ أَوْ فُقَرَاءِ أَقْرَبِ مَكَانٍ إلَيْهِ إنْ لَمْ يَكُنْ بِهِ فُقَرَاءُ. فَلْيُتَأَمَّلْ. (حاشية امام ابن قاسم العبادي على الغرر البهية في شرح البهجة الوردية، ج ١٠، ص٢٧)
“(Keterangan perkataan Syekh: ‘Dan wajib (disalurkan) jika fakir miskin telah memilikinya, dst...’): Imam Ibnu Muqri’ berkata: 'Memindahkan daging kurban ke luar daerahnya itu sama hukumnya seperti memindahkan zakat.' Inilah pendapat yang mu'tamad (dijadikan pegangan), meskipun Imam Al-Isnawi membantahnya. Maka, yang dimaksud dengan fakir miskin adalah fakir miskin di daerah penyembelihannya. Dan perlu diketahui bahwa yang dimaksud dengan 'daerahnya' adalah daerah penyembelihannya, bukan daerah orang yang berkurban. Terkadang sebagian pelajar menyangka bahwa syarat sah kurban adalah penyembelihannya harus dilakukan di daerah orang yang berkurban, sehingga ia melarang siapa pun yang ingin berkurban untuk mewakilkan penyembelihan kurbannya di daerah lain. Pendapat ini nyata-nyata adalah kesalahpahaman (wahm). Bahkan, tidak ada keharusan bahwa penyembelihan harus di daerah orang yang berkurban. Akan tetapi, di tempat mana pun ia menyembelih baik oleh dirinya sendiri maupun oleh wakilnya, baik di daerahnya, daerah lain, maupun di pedalaman maka kurbannya tetap sah. Namun, setelah disembelih, dagingnya dilarang dipindahkan dari fakir miskin di tempat tersebut (tempat sembelihan), atau dari fakir miskin di tempat terdekat jika di tempat sembelihan tidak ada fakir miskin. Maka renungkanlah!.” (Hasyiah Imam Ibnu Qasim al-‘Abbadi 'ala al-Ghurrar al-Bahiyyah fī Syarh al-Bahjah al-Wardiyyah, Juz 10, Halaman 27)
ثُمَّ إِنَّهُ عُلِمَ مِمَّا تَقَرَّرَ أَنَّ الْمَمْنُوْعَ نَقْلُهُ هُوَ مَا عُيِّنَ لِْلْأُضْحِيَةِ بِنَذْرٍ، أَوْ جَعْلٍ، أَوِ الْقَدْرُ الَّذِيْ يَجِبُ التَّصَدُّقُ بِهِ مِنَ اللَّحْمِ فِي اْلْأُضْحِيَةِ الْمَنْدُوْبَةِ، وَأَمَّا نَقْلُ دَرَاهِمَ مِنْ بَلَدٍ إِلَى بَلَدٍ أُخْرَى؛ لِيَشْتَرِيَ بِهَا أُضْحِيَةً فِيْهَا فَهُوَ جَائِزٌ. وَقَدْ وَقَفْتُ عَلَى سُؤَالٍ وَجَوَابٍ يُؤَيِّدُ مَا ذَكَرْنَاهُ لِمُفْتِي السَّادَةِ الشَّافِعِيَّةِ، بِمَكَّةَ الْمُحَمَّدِيَّةِ، فَرِيْدِ الْعَصْرِ وَالْأَوَانِ، مَوْلَانَا السَّيِّدِ أَحْمَدَ بْنِ زَيْنِيْ دَحْلَانَ. (إعانة الطالبين على حل ألفاظ فتح المعين، ج ٣، ص ١٤٨٢)
“Kemudian, dari kaidah yang telah ditetapkan, dapat diketahui bahwa yang terlarang untuk dipindahkan (ke luar daerah sembelihan) adalah: Hewan yang telah ditetapkan untuk kurban, baik karena nazar atau penentuan (ta'yin) Atau kadar daging yang wajib disedekahkan dari kurban sunah. Adapun memindahkan uang (darahim, mata uang) dari satu negeri ke negeri lain untuk digunakan membeli hewan kurban di sana, maka hal itu diperbolehkan. Dan sungguh, saya telah menemukan pertanyaan dan jawaban dari Mufti mazhab Syafi'i di Mekah Al-Muhammadiyyah, Sayyid Ahmad bin Zaini Dahlan seorang yang tiada bandingannya di masanya yang menguatkan apa yang telah kami sebutkan.” (I'anatu al-Thalibin 'ala Halli Alfazh Fath al-Mu'in, Juz 3, Halaman 1482)
Penulis : Elok Maulidah
Contact Person : 081333577169
e-Mail : elokmaulidah1304@gmail.com
Perumus : Ustadz. Arief Rahman Hakim, M.Pd.
Mushohih : Ustadz. Arief Rahman Hakim, M.Pd.
Daftar Pustaka
Abu Bakar bin Muhammad Syatha ad-Dimyathi asy-Syafi'i (W. 1310 H), I’anatu al-Thalibin: Dar al-Salam, Kairo, Mesir: 1429 H / 2008 M, 5 jilid.
Ibn Qasim (W. 992 H), Hasyiah Imam Ibnu Qasim al-‘Abbadi 'ala al-Ghurrar al-Bahiyyah fi Syarh al-Bahjah al-Wardiyyah: Dar al-Kutub al-'Ilmiyyah, Beirut, Lebanon: Cetakan Pertama, 1418 H / 1997 M, 11 jilid.





Posting Komentar untuk "Hukum Berkurban Melalui Aplikasi Kurban Online"