HUKUM SHALATNYA ORANG YANG SALAH WAKTU KARENA LUPA MENGGANTI LOKASI PADA APLIKASI.
Ada seorang musafir yang sedang bepergian keluar daerah, setibanya di daerah tersebut ia melaksanakan shalat dzuhur dengan berpedoman pada aplikasi waktu sholat diponselnya. Tanpa dia sadari, ternyata aplikasi tersebut masih menunjukkan zona waktu di daerah asalnya, bukan lokasi ia berada saat ini. Setelah sholat selesai ia baru mengetahui bahwa waktu dzuhur yang sebenarnya di lokasi tujuannya masih belum tiba. Permasalahan dalam kasus ini adalah melakukan sholat yang dilakukan sebelum masuknya waktu, yang merupakan salah satu syarat sah sholat.
Bagaimana hukum shalatnya orang musafir yang melaksanakan sholat sebelum masuknya waktu tersebut ?
Tidak Sah
Sholatnya tidak sah dikarenakan tidak terpenuhinya syarat, yaitu harus mengetahui masuknya waktu sholat terlebih dahulu. Maka, jika seseorang meyakini telah masuknya waktu shalat, namun kemudian menjadi jelas/terbukti bahwa ia shalat bukan pada waktunya (di luar waktu yang sebenarnya), maka shalatnya tidak sah.
(وَ) الخَامِسُ: (دُخُولُ الوَقْتِ) أَيْ مَعْرِفَةُ دُخُولِهِ يَقِينًا أَوْ ظَنًّا بِالاجْتِهَادِ، فَمَنْ صَلَّى بِدُونِهَا بِأَنْ هَجَمَ وَصَلَّى لَمْ تَصِحَّ صَلَاتُهُ وَإِنْ وَقَعَتْ فِي الوَقْتِ لِعَدَمِ الشَّرْطِ. ( كاشفة السجا في شرح سفينة النجا: ص ٨٢ ).
“ Syarat sah shalat yang kelima adalah mengetahui masuknya waktu sholat secara yakin atau dzon (sangkaan) yang berasal dari ijtihad. Barang siapa melaksanakan shalat tanpa mengetahui terlebih dahulu masuknya waktu sholat, sekiranya ia menerjang dan langsung melakukan sholat, maka sholatnya tidak sah, meskipun sholatnya dilakukan bertepatan pada waktunya. Alasan ketidak-absahan sholat ini dikarenakan tidak terpenuhinya syarat.” ( Kasyifah al -Saja fi syarakh safinah al- naja, hal 82 ).
(قَوْلُه بِمَا فِي ظَنِّ الْمُكَلَّفِ) أَيْ اعْتِقَادِهِ وَقَوْلُهُ وَبِمَا فِي نَفْسِ الْأَمْرِ أَيْ مَعَ مَا فِي نَفْسِ الْأَمْرِ فَلَوْ اعْتَقَدَ دُخُولَ الْوَقْتِ وَتَبَيَّنَ أَنَّهُ صَلَّى فِي غَيْرِ الْوَقْتِ لَمْ تَصِحَّ صَلَاتُه. (إعانة الطالبين: ج ١, ص ١١٥).
“Perkataan mualif (penulis matan) [yang berbunyi]: 'dengan apa yang ada di dalam persangkaan mukallaf (orang yang dibebani syariat)' maknanya adalah keyakinannya (i'tiqadnya). Dan perkataan mualif [yang berbunyi]: 'dan dengan apa yang ada di dalam fakta yang sebenarnya (fi nafsi al-amr)' maknanya adalah bersamaan dengan apa yang ada di dalam fakta yang sebenarnya. Maka, jika seseorang meyakini telah masuknya waktu salat, namun kemudian menjadi jelas/terbukti bahwa ia sholat bukan pada waktunya (di luar waktu yang sebenarnya), maka sholatnya tidak sah." (I‘anah al Thalibin , juz 1, hal 115).
Solusi
Solusi dari masalah tersebut yaitu musafir harus sholat dzuhur setelah mengetahui sudah masuk waktunya sholat. Cara mengetahui masuknya waktu sholat itu ada tiga cara yaitu :
Mengetahui masuknya waktu dengan keyakinan mutlak (Ilmu).
Mengetahui masuknya waktu dengan usaha memperkirakan (Ijtihad).
Mengetahui masuknya waktu dengan cara mengikut orang lain (Taklid).
ثُمَّ اعْلَمْ أَنَّ مَرَاتِبَ مَعْرِفَةِ دُخُوْلِ الْوَقْتِ ثَلَاثَةٌ :
الْأُوْلَى: الْعِلْمُ بِنَفْسِهِ أَوْ بِإِخْبَارِ الثِّقَةِ عَنْ مُعَايَنَةٍ أَوْ بِرُؤْيَةِ الْمَزَاوِلِ الصَّحِيْحَةِ وَالْمَنَاكِبِ الصَّحِيْحَةِ وَالسَّاعَاتِ الْمُجَرَّبَةِ وَبَيْتِ الْإِبْرَةِ الْعَارِفِ بِهِ، وَفِی مَعْنَاهُ أَذَانُ الْمُؤَذِّنِ الْعَارِفِ فِي الصَّحْوِ.
الثَّانِيَةُ: الِاجْتِهَادُ بِوِرْدٍ مِنْ قُرْآنٍ أَوْ دَرْسٍ أَوْ مُطَالَعَةِ عِلْمٍ أَوْ نَحْوِ ذَلِكَ كَخِيَاطَةٍ وَصَوْتِ دِيْكٍ أَوْ نَحْوِهِ كَحَمْلٍ مُجَرَّبٍ، وَمَعْنَى اَلْاِجْتِهَادِ بِذَلِكَ أَنْ يَتَأَمَّلَ فِيْهِ كَأَنْ يَتَأَمَّلَ فِی الْخِيَاطَةِ هَلْ أَسْرَعَ فِيهَا أَوْ لَا، وَفِي أَذَانِ الدِّيْكِ هَلْ هُوَ قَبْلَ عَادَتِهِ أَوْ لَا وَهَكَذَا، وَلَا يَجُوْزُ أَنْ يُصَلِّيَ مُسْتَنِدًا لِدِيْكٍ مِنْ غَيْرِ اِجْتِهَادٍ فِيهِ.
الثَّالِثَةُ: تَقْلِيْدُ ثِقَةٍ عَارِفٍ عَنْ اِجْتِهَادٍ، فَلَا يُقَلِّدُ إِذَا قَدَرَ عَلَى الْاِجْتِهَادِ، هَذَا فِی حَقِّ الْبَصِيْرِ، وَأَمَّا الْأَعْمَى فَلَهُ تَقْلِيْدُ الْمُجْتَهِدِ وَلَوْ مَعَ الْقُدْرَةِ عَلَى الْاِجْتِهَادِ لِأَنَّ شَأْنَهُ الْعَجْزُ عَنْهُ. ( كاشفة السجا في شرح سفينة النجا: ص ٨٣).
"Kketahuiah bahwa tinkatan-tingkatan dalam mengetahui masuknya waktu sholat ada 3 (tiga), yaitu:
1) Musholli (orang yang sholat) mengetahui sendiri masuknya waktu sholat, atau ia mengetahuinya melalui berita atau kabar yang disampaikan oleh orang yang terpercaya dalam pemeriksaan dan penelitiannya tentang masuknya waktu sholat, atau ia mengetahuinya dengan melihat (mazawil) yang sah atau alat-alat lain yang sah yang berfungsi untuk mengetahui waktu atau jam-jam mutakhir, atau kompas waktu yang ia ketahui. Termasuk tingkatan ini adalah bahwa musholli mengetahui masuknya waktu sholat dengan berpedoman pada adzan muadzin yang tahu masuknya Waktu sholat.
2) Musholli mengetahui masuknya waktu sholat dengan cara ijtihad melalui aktivitas membaca al-Quran, pelajaran, belajar ilmu, menjahit, suara ayam jago, atau himar yang teruji. Pengertian ijtihad melalui perkara-perkara tersebut adalah bahwa musholli berangan-angan (memprediksi) pada saat melakukan salah satu perkara tersebut, misalnya; dalam hal menjahit, musholli berangan-angan apakah masuknya Waktu sholat itu ketika aku selesai menjahit dengan ayunan jahitan yang cepat atau pelan, atau dalam hal suara ayam jago, apakah masuknya waktu sholat itu sebelum biasanya ayam berkokok atau tidak, dan seterusnya. Tidak diperbolehkan bagi musholli melaksanakan sholat dengan cara berpedoman pada suara ayam dalam mengetahui masuknya waktu sholat tanpa melakukan ijtihad.
3) Musholli mengetahui masuknya waktu sholat dengan bertaqlidkepada mujtahid lain yang mengetahui masuknya waktu sholat. Oleh karena itu, musholli tidak boleh bertaqlid kepada mujtahid lain ketika ia mampu melakukan ijtihad sendiri dengan catatan apabila ia adalah orang yang tidak buta, tetapi apabila musholli adalah orang yang buta, maka ia boleh bertaqlid kepada mujtahid lain, meskipun musholli yang buta tersebut mampu berijtihad, karena ia dihukumi sebagai orang yang tidak mampu melakukan ijtihad sebab butanya."( Kasyifah al -Saja fi syarakh safinah al- naja, hal 83 ).
Penulis : Fransiska Pemata Sari
Contact Person : 0895327269601
e-Mail : fransiskapermatasari0408@gmail.com
Perumus : Alfandi Jaelani, S.T., MT.
Mushohih : H. Muhammad Afif Dimyati, S. Pd.
Daftar Pustaka
Syaikh Muhammad Nawawi al-Jawi (W. 1314 H), Kasyifah al Saja, halaman 82, Dār al-Ṣāliḥīn, Surabaya, Indonesia : {Tanpa Tahun}.
Al-Bakri abni al-'arif Billahi Muhammad Syatha al-Damiyathiy (W. 1310 H), I’anah al -Thalibin: Dar Ihya' al-Kutub al-'Arabiyyah Mesir : 1960 M, Sebanyak 4 jilid.
Syaikh Muhammad Nawawi al-Jawi (W. 1314 H), Kasyifah al Saja, halaman 83, Dār al-Ṣāliḥīn, Surabaya, Indonesia : {Tanpa Tahun}.





Posting Komentar untuk "Hukum Shalatnya Orang Yang Salah Waktu Karena Lupa Mengganti Lokasi Pada Aplikasi"