HUKUM PENGGUNAAN DANA DONASI ONLINE UNTUK KEPERLUAN BIAYA OPERASIONAL
Penggunaan dana donasi online untuk keperluan dana operasional adalah pemanfaatan sebagian dari dana yang terkumpul melalui platform donasi digital untuk menutupi biaya operasional, seperti biaya layanan platform, pengelolaan kampanye, gaji pengelola, transportasi relawan, atau kebutuhan teknis lainnya yang mendukung distribusi bantuan. Contohnya, pada penggalangan dana bencana alam melalui platform digital, dari total dana terkumpul sebesar Rp100.000.000, penyaluran dilakukan dengan rincian sebanyak Rp90.000.000 disalurkan untuk bantuan makanan, obat-obatan, dan kebutuhan pengungsi, dan sisanya digunakan untuk biaya operasional (seperti transportasi, dokumentasi, admin platform, dll.) Dalam praktiknya, pemotongan dana ini seringkali tidak diketahui oleh donatur sejak awal. Donatur biasanya beranggapan bahwa seluruh dana yang mereka berikan akan tersalurkan kepada penerima manfaat, setelah donasi tersalurkan donatur baru mengetahui adanya biaya operasional tertentu dari pihak penyelenggara atau platform. Hal ini menimbulkan pertanyaan mengenai keabsahan hukum penggunaan dana donasi untuk biaya administrasi dalam perspektif syariat Islam.
Bagaimana hukum penggunaan dana donasi online untuk keperluan biaya operasional tanpa sepengetahuan donatur?
Haram
Jika tidak ada izin dari donatur, sedangkan lembaga/admin mengambil tanpa izin. Alasan utamanya adalah karena seorang wakil (lembaga/admin) tidak berhak melakukan tindakan apa pun selain yang secara jelas diizinkan oleh pihak yang mewakilkan (donatur).
(فَصْلٌ) وَلَا يَمْلِكُ الْوَكِيْلُ مِنَ التَّصَرُّفِ إِلَّا مَا يَقْتَضِيْهِ إِذْنُ الْمُوَكِّلِ مِنْ جِهَةِ النُّطْقِ أَوْ مِنْ جِهَةِ الْعُرْفِ لِأَنَّ تَصَرُّفَهُ بِالْإِذْنِ فَلَا يَمْلِكُ إِلَّا مَا يَقْتَضِيْهِ اْلإِذْنُ وَاْلْإذنُ يُعْرَفُ بِالنُّطْقِ وَبِالْعُرْفِ فَإِنْ تَنَاوَلَ اْلإِذْنُ تَصَرُّفَيْنِ . وَفِيْ أَحَدِهِمَا إِضْرَارٌ بِالْمُوَكِّلِ، لَمْ يَجُزْ مَا فِيْهِ ضِرَارٌ لِقَوْلِهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ «لَا ضَرَرَ وَلَا ضِرَارَ» ( المجموع شرح المهذب تكملة المطيعي: ج ١٤، ص ١٠٦)
“(Pasal) Seorang wakil tidak memiliki kewenangan untuk berindak atas sesuatu kecuali tindakan yang diizinkan pihak yang mewakilkan, baik izin itu melalui ucapan langsung maupun melalui adat (‘urf). Karena tindakan seorang wakil itu berdasarkan izin muwakil, maka ia tidak berhak bertindak melebihi batas yang ditetapkan pada izin terssebut. Dan izin itu diketahui melalui ucapan atau melalui adat. Apabila izin tersebut mencakup dua bentuk tindakan, salah satu di antara keduanya mengandung mudharat bagi pihak yang mewakilkan, maka tindakan yang mengandung mudarat itu tidak boleh dilakukan, berdasarkan sabda Nabi Saw.: Tidak boleh berbuat mudharat dan tidak boleh membalas dengan mudarat.” (Al-Majmu‘ Syarh al-Muhadzdzab, Juz 14, Halaman 106).
Halal
Jika dilakukan mekanisme pengetahuan kerelaan donatur melalui konfirmasi kepada donatur setelah donasi berlangsung berupa laporan penggunaan dana yang telah didonasikan untuk kepentingan biaya operasional.
(وَسُئِلَ) بِمَا لَفْظُهُ هَلْ جَوَازُ اْلأَخْذِ بِعِلْمِ الرِّضَا مِنْ كُلِّ شَيْءٍ أَمْ مَخْصُوْصٍ بِطَعَامِ الضِّيَافَةِ (فَأَجَابَ) بِقَوْلِهِ الَّذِيْ دَلَّ عَلَيْهِ كَلَامُهُمْ أَنَّهُ غَيْرَ مَخْصُوْصٍ بِذٰلِكَ وَصَرَّحُوْا بِأَنَّ غَلَبَةَ الظَّنِّ كَالْعِلْمِ فِيْ ذٰلِكَ وَحِيْنَئِذٍ فَمَتَى غَلَبَ ظَنُّهُ أَنَّ الْمَالِكَ يَسْمَحُ لَهُ بِأَخْذِ شَيْءٍ مُعَيَّنٍ مِنْ مَالِهِ جَازَ لَهُ أَخْذُهُ ثُمَّ إنْ بَانَ خِلَافُ ظَنِّهِ لَزِمَهُ ضَمَانُهُ وَإِلَّا فَلَا (الفتاوى الفقهية الكبرى: ج ٤ ، ص ١١٦)
“(Beliau ditanya) dengan pertanyaan yang berbunyi: 'Apakah hukum kebolehan mengambil sesuatu berdasarkan 'Ilmu al-Ridha (asumsi pasti adanya kerelaan dari pemilik) berlaku untuk semua hal, ataukah hanya dikhususkan pada makanan jamuan (tamu) saja? (Maka beliau menjawab) dengan perkataan beliau: 'Apa yang ditunjukkan oleh perkataan para ulama (Syafi'iyyah) adalah bahwa hal tersebut tidak terbatas pada makanan jamuan saja. Para ulama menegaskan bahwa ghalabatuzh-zhann (persangkaan kuat/dugaan besar) dalam masalah ini kedudukannya sama seperti ilmu (kepastian). Oleh karena itu, kapan saja seseorang memiliki persangkaan kuat bahwa pemilik harta akan mengizinkan dia mengambil barang tertentu dari hartanya, maka ia boleh mengambilnya. Kemudian, jika ternyata kerelaan itu berbeda dengan persangkaannya (ternyata pemilik tidak rela), ia wajib menanggung ganti rugi atas barang tersebut. Dan jika tidak (ternyata persangkaannya benar/pemilik rela), maka ia tidak wajib menanggung ganti rugi.” (Al-Fatawa al-Fiqhiyyah al-Kubra, Juz 4, Halaman 116)
Catatan : Dalam konteks donasi online, donatur tidak mengetahui adanya pemotongan biaya admin, apabila kemudian dilakukan mekanisme mengetahui kerelaan donatur misalnya melalui penjelasan eksplisit diawal bahwa ada penggunaan sebagian dana donasi untuk kepentingan biaya operasional sebagai solusi fiqhiyah apabila pengelola ingin memastikan izin donatur agar tindakan pengambilan dana menjadi sah.
قَالَ الْمَاوَرْدِيُّ : وَهٰذَا كَمَا قَالَ وَقَدْ ذَكَرْنَا أَنَّ الْوَكَالَةَ تَجُوْزُ بِجُعْلٍ وَبِغَيْرِ جُعْلٍ وَلَا يَصِحُّ الْجُعْلُ إِلَّا أَنْ يَكُوْنَ مَعْلُوْمًا . فَلَوْ قَالَ : قَدْ وَكَّلْتُكَ فِيْ بَيْعِ هَذَا الثَّوْبِ عَلَى أَنْ جُعْلَكَ عُشْرَ ثَمَنِهِ أَوْ مِنْ كُلِّ مِائَةِ دِرْهَمٍ فِي ثَمَنِهِ دِرْهَمٌ لَمْ يَصِحَّ لِلْجَهْلِ بِمَبْلَغِ الثَّمَنِ وَلَهُ أُجْرَةُ مِثْلِهِ . فَلَوْ وَكَّلَهُ فِيْ بَيْعِ ثَوْبٍ بِجُعْلٍ مَعْلُوْمٍ فَبَاعَهُ بَيْعًا فَاسِدًا فَلَا جُعْلَ لَهُ لِأَنَّ مُطْلَقَ الْإِذْنِ بِالْبَيْعِ يَقْتَضِيْ مَا صَحَّ مِنْهُ . فَصَارَ الْفَاسِدُ غَيْرَ مَأْذُونٍ فِيْهِ ، فَلَمْ يَسْتَحِقَّ جُعْلًا عَلَيْهِ . ( الحاوي الكبير في فقه مذهب الإمام الشافعي: ج ٦، ص ٥٢٩)
“Al-Mawardi berkata: Dan ini sebagaimana yang telah kami katakan bahwa akad wakalah (perwakilan) boleh dilakukan dengan imbalan (upah) atau tanpa imbalan. Namun, imbalan tersebut tidak sah kecuali jika telah ditentukan secara jelas. Misalnya, jika seseorang berkata: 'Saya menunjukmu sebagai wakil untuk menjual kain ini dengan imbalan sepuluh persen dari harganya' atau 'dari setiap seratus dirham dari harganya, kamu mendapatkan satu dirham,' maka akad tersebut tidak sah karena ketidakjelasan jumlah harga. Meski demikian, wakil tetap berhak mendapatkan upah yang layak sesuai dengan kebiasaan (upah standar untuk jasa serupa). Jika ia mewakilkan seseorang untuk menjual sebuah baju dengan imbalan yang diketahui, namun si wakil menjualnya dengan jual beli yang fasid (tidak sah), maka ia tidak berhak atas imbalan tersebut. Sebab izin mutlak untuk melakukan penjualan itu mengharuskan (bahwa yang dilakukan) adalah penjualan yang sah. Maka jual beli yang fasid menjadi sesuatu yang tidak diizinkan, sehingga ia tidak berhak mendapatkan upah atasnya.” (al-Hawi al-Kabir Fi Fiqh Madzhab al-Imam al-Syafi’i, Juz 6, Halaman 529)
Penulis : Elok Maulidah
Contact Person : 081333577169
e-Mail : elokmaulidah1304@gmail.com
Perumus : Ustadz. Arief Rahman Hakim, M.Pd.
Mushohih : Ustadz. Arief Rahman Hakim, M.Pd.
Daftar Pustaka
Abi Zakariya Muhyiddin bin Syarif an-Nawawi (W. 676 H), al-Majmu‘ Syarh al-Muhadzdzab: Maktabah Salafiyyah, Madinah: Tanpa Tahun, 23 jilid.
Abu Hasan Ali bin Muhammad bin Muhammad bin Habib al-Bashri al-Baghdadi al-Mawardi (W. 450 H), al-Hawi al-Kabir Fi Fiqh Madzhab al-Imam al-Syafi’i: Daar al-Kutub al-Ilmiyah, Beirut, Lebanon, Cet. Pertama, 1999M / 1419 H, Sebanyak 18 Jilid.
Ibnu Hajar al-Haitami (W. 974 H), Al-Fatawa al-Kubra al-Fiqhiyyah: Maktabah Mushtafa al-Bab al-Halabi, Messir: 1357 H, 4 jilid.





Posting Komentar untuk "Hukum Penggunaan Dana Donasi Online Untuk Keperluan Biaya Operasional"