Sejarah budaya kentongan dan bedug atau biasanya disebut jidor di
Indonesia berasal dari legenda Cheng Ho dari Cina, ketika Cheng Ho hendak pergi
meninggalkan Indonesia seorang raja dari Semarang mengatakan bahwa dirinya
ingin mendengarkan suara bedug dari masjid. Sejak itulah bedug kemudian menjadi
bagian dari masjid, seperti halnya di negara Cina, Korea dan Jepang, yang
memposisikan bedug di kuil-kuil sebagai alat komunikasi ritual keagamaan.
Mengenai budaya menabuh kentongan dan bedug atau jidor untuk
memberitahukan telah datangnya waktu shalat lima waktu sebetulnya tidaklah
bertentangan dengan ajaran Islam, karena Rasulullah Muhammad Saw. sendiri pernah
memerintahkan hal tersebut 14 abad silam. Hal ini dijelaskan dalam kitab
al-Majmu’ Syarh al-Muhadzab, juz 3 hal. 82:
وَعَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ زَيْدِ بْنِ
عَبْدِ رَبِّهِ اْلأَنْصَارِيِّ رَضِىَ اللهُ عَنْهُ قَالَ "لَمَّا أَمَرَ
رَسُوْلُ اللهِ صَلَّي اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِالنَّاقُوْسِ يَعْمَلُ
لِيُضْرَبَ بِهِ لِلنَّاسِ لِجَمْعِ الصَّلاَةِ طَافَ بِيْ وَأَنَا نَائِمٌ رَجُلٌ
يَحْمِلُ ناَقُوْسًا فِيْ يَدِهِ فَقُلْتُ يَا عَبْدَ اللهِ أَتْبَعُ
النَّاقُوْسَ؟ فَقَالَ وَمَا تَصْنَعُ بِهِ؟ فَقُلْتُ نَدْعُوْ بِهِ إِلَي الصَّلاَةِ
قَالَ أَفَلاَ أَدُلُّكَ عَلَى مَا هُوَ خَيْرٌ مِنْ ذلِكَ فَقُلْتُ بَلَى فَقَالَ
اَللهُ أكْبَرُ اَللهُ أكْبَرُ اَللهُ أكْبَرُ اَللهُ أكْبَرُ أَشْهَدُ أَنْ لاَ
إِلَهَ إِلاَّ اللهُ أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ أَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا رَّسُوْلُ اللهِ أَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا رَسُوْلُ اللهِ
حَىَّ عَلَى الصَّلاَةِ حَيَّ عَلَى
الصَّلاَةِ حَيَّ عَلَى الْفَلاَحِ حَيَّ عَلَى الْفَلاَحِ اَللهُ أكْبَرُ اَللهُ أكْبَرُ لاَ إِلَهَ
إِلاَّ اللهُ، الحديث (المجموع شرح المهذب، ج 3، ص 82)
Diriwayatkan dari Abdillah bin Zaid bin Abdirabbih al-Anshary, dia
berkata; Ketika Rasulullah memerintahkan memukul kentongan demi mengumpulkan
manusia untuk melaksanakan shalat, ada seorang laki-laki yang membawa kentongan
mengelilingi aku yang sedang tidur, dia bertanya; Hai Abdullah apakah aku ikut
memukul kentongan? Kemudian aku bertanya, untuk apa? Dia menjawab; untuk
panggilan shalat. Aku bertanya lagi; Apakah aku belum menunjukkan sesuatu yang
lebih baik dari itu? Dia menjawab; Ya. Aku berkata; Allahu Akbar Allahu Akbar,
Allahu Akbar Allahu Akbar, Asyhadualla Ilaha Illallahu, Asyhadualla Ilaha
Illallahu, Asyhadu anna Muhammada Rasulullah, Asyhadu anna Muhammada
Rasulullah, Khayya ‘alas shalah, Khayya ‘alas shalah, Khayya ‘alal falakh,
Khayya ‘alal falakh, Allahu Akbar Allahu Akbar, Laailaha illallah. Al-hadits.
(al-Majmu’ Syarh al-Muhadzab, juz 3, hal 82)
0 Response to "Dalil Kentongan Jidor"
Posting Komentar