HUKUM AUTOPSI
Autopsi merupakan prosedur dan aktivitas untuk mengetahui sebab-musabab terkait dengan
kapan dan bagaimana seseorang meninggal dunia. Prosedur dan aktivitas ini
dikenal dengan istilah bedah mayat (jenazah). Selain itu, autopsi biasanya juga
dilakukan untuk kepentingan pendidikan dan penelitian untuk bidang ilmu medis
(kedokteran) di berbagai institusi pendidikan tinggi dan lembaga penelitian
independen.
Pada kasus kriminal tertentu, autopsi biasanya
dilakukan oleh tim dokter forensik. Dimana tugasnya adalah memeriksa,
melaporkan fakta, dan menyampaikan pendapat berdasarkan ilmu pengetahuan mereka
sebagai ahli. Pada kasus semacam ini, dokter forensik harus benar-benar
independen, tidak boleh mempedulikan apakah laporan hasil autopsi dan
pendapatnya itu akan menguntungkan atau merugikan pihak-pihak tertentu
(kepolisian, tersangka, ataukah keluarga korban).
Bagaimana hukum autopsi
menurut pandangan para ulama?
Autopsi diperbolehkan, sebatas ada sebab-sebab
yang membolehkan dilakukan autopsi pada mayit.
Sebab-sebab tersebut adalah :
A. Ada kecurigaan dalam kasus pembunuhan.
B. Bertujuan
untuk mendapat kesimpulan yang valid terkait dengan pidana pembunuhan.
C. Bertujuan
untuk kepentingan bukti hukum diperadilan, ketika bukti yang lain lemah.
D. Mendapat
persetujuan ahli waris.
E. Autopsi
dilakukan dokter yang ahli/professional.
F. Mendapat
izin dari qadhi syar’i.
G. Mayit
sudah nyata-nyata telah mati.
Sampai terpenuhinya kepentingan-kepentingan di
atas atau tidak sampai terjadi taghayyur (tidak
ada perubahan) pada mayit. Jika keluar
dari keadaan-keadaan tersebut maka tidak boleh.
وَأَجَازَ الشَّافِعِيَّةُ
شِقَّ بَطْنِ الْمَيْتَةِ لِإِخْرَاجِ وَلَدِهَا وَشِقِّ بَطْنِ الْمَيِّتِ لِإِخْرَاجِ
مَالٍ مِنْهُ كَمَا أَجَازَ الْحَنَفِيَّةُ كَالشَّافِعِيَّةِ شِقَّ بَطْنِ الْمَيِّتِ فِى حَالِ ابْتِلَاعِهِ مَالَ غَيْرِهِ إِذَا لَمْ
تَكُنْ لَهُ تِرْكَةٌ يُدْفَعُ مِنْهَا وَلَمْ يَضْمَنْ عَنْهُ أَحَدٌ وَأَجَازَ الْمَالِكِيَّةُ
أَيْضًا شِقَّ بَطْنِ الْمَيِّتِ إِذَا ابْتَلَعَ قَبْلَ مَوْتِهِ مَالًا لَهُ أَوْ
لِغَيْرِهِ إِذَا كَانَ كَثِيرًا هُوَ قَدْرُ نِصَابِ الزَّكَاةِ فِى حَالَةِ ابْتِلَاعِهِ
لِخَوْفٍ عَلَيْهِ أَوْ لِعُذْرٍ أَمَّا إِذَا ابْتَلَعَهُ بِقَصْدِ حِرْمَانِ الْوَارِثِ
مَثَلًا فَيَشُقُّ بَطْنُهُ وَلَوْ قَلَّ وَبِنَاءً عَلَى هَذِهِ الآرَاءِ الْمُبِيحَةِ:
يَجُوزُ التَّشْرِيحُ عِنْدَ الضَّرُورَةِ أَوْ الْحَاجَةِ بِقَصْدِ التَّعْلِيمِ لِأَغْرَاضِ
طِبِّيَّةٍ أَوْ لِمَعْرِفَةِ سَبَبِ الْوَفَاةِ وَإِثْبَاتِ الْجِنَايَةِ عَلَى الْمُتَّهَمِ
بِالْقَتْلِ وَنَحْوِ ذَلِكَ لِأَغْرَاضٍ جِنَائِيَّةٍ إِذَا تَوَقَّفَ عَلَيْهَا الْوُصُولُ فِى أَمْرِ الْجِنَايَةِ لِلْأَدِلَّةِ الدَّالَّةِ
عَلَى وُجُوبِ الْعَدْلِ فِى الْأَحْكَامِ حَتَّى لَا يُظْلَمَ بَرِيئٌ وَلَا يَفْلِتُ
مِنَ الْعِقَابِ مُجْرِمٌ أَثِيمٌ كَذَلِكَ يَجُوزُ تَشْرِيحُ جُثَثِ الْحَيَوَانِ
لِلتَّعْلِيمِ لِأَنَّ الْمَصْلَحَةَ فِى التَّعْلِيمِ تَتَجَاوَزُ إِحْسَاسَهَا بِالْأَلَمِ
وَعَلَى كُلِّ حَالٍ يَنْبَغَى عَدَمُ التَّوَسُّعِ فَى التَّشْرِيحِ لِمَعْرِفَةِ
وَظَائِفِ الْأَعْضَاءِ وَتَحْقِيقِ الْجِنَايَةِ وَالْإِقْتِصَارِ عَلَى قَدْرِ الضَّرُورَةِ
أَوْ الْحَاجَةِ وَتَوْفِيرِ حُرْمَةِ الْإِنْسَانِ الْمَيِّتِ وَتَكْرِيمُهُ بِمُوَارَاتِهِ
وَسَتْرِهِ وَجَمْعِ أَجْزَائِهِ وَتَكْفِينُهِ وَإِعَادَةُ الْجُثْمَانِ لِحَالَتِهِ
بِالْحِيَاطَةِ وَنَهْوِهَا بِمُجَرَّدِ الِانْتِهَاءِ مِنْ تَحْقِيقِ الْغَايَةِ الْمَقْصُودَةِ
كَمَا يَجُوزُ نَقْلُ بَعْضِ أَعْضَاءِ الْإِنْسَانِ لِأَخَرَ كَالْقَلْبِ وَالْعَيْنِ
إِذَا تَأَكَّدَ الطَّبِيبُ الْمُسْلِمُ الثِّقَةُ الْعَدْلُ مَوْتَ الْمَنْقُولِ عَنْهُ
لِأَنَّ الْحَيَّ أَفْضَلُ مِنْ الْمَيِّتِ وَتَوْفِيرُ الْبَصَرِ أَوَّلَ الْحَيَاةِ
لِإِنْسَانٍ نِعْمَةٌ عُظْمَى مَطْلُوبَةٌ شَرْعًا (الفقه الإسلامي وأدلته: ج 3، ص 521-522)
Madzhab Syafi'i membolehkan membedah perut mayit untuk
mengeluarkan anaknya dan boleh membedah perut mayit untuk mengeluarkan harta
yang ada di dalam perutnya. Sebagaimana ulama Hanafi membolehkan juga membedah
perut mayit ketika mayit menelan harta orang lain jika tidak ada tirkah yang
dapat menggati harta tersebut dan tidak ada orang yang dapat menanggung harta
tersebut. Madzhab maliki juga membolehkan membedah perut mayit Ketika mayit
menelan hartanya atau harta orang lain sebelum dia meninggal jika harta
tersebut banyak dan mencapai satu nishab zakat dan kondisi menelannya itu
karena takut atau udzur. Adapun ketika mayit menelan harta tersebut dengan tujuan
menghalangi ahli waris maka boleh membedah perutnya meskipun harta tersebut
sedikit. Kondisi kondisi diperbolehkan membedah mayit: boleh membedah mayit
ketika dharurat atau hajat dengan tujuan studi untuk tujuan kedokteran atau
untuk mengetahui penyebab kematian dan membuktikan tindak kriminal pembunuhan yang
masih bersifat praduga dan lain-lain yang tujuannya untuk tindak pidana apabila
terselesaikannya perkara tindak pidana tersebut bergantung pada hal tersebut
berdasarkan bukti-bukti yang menunjukkan perlunya keadilan dalam menegakkan
hukum agar tidak menindas yang tidak bersalah dan agar pelaku kejahatan
tersebut tidak luput dari siksaan. Begitu juga boleh melakukan otopsi terhadap
mayat hewan untuk pendidikan karena kepentingan dalam pendidikan melebihi rasa
sakitnya dan dalam hal apapun tidak boleh memperluas otopsi untuk mengetahui
fungsi organ dan membuktikan kejahatan dan terbatas dalam keadaan dharurat atau
hajat dan memberikan kesucian orang mati dan memulyakannya dengan menutupinya,
mengumpulkan bagian-bagiannya, mengkafaninya, mengembalikan tubuh ke kondisi
semula dengan hati-hati, dan menyesuaikannya Setelah tujuan yang dimaksudkan
tercapai, dan juga diperbolehkan memindahkan beberapa organ manusia ke organ
lain, seperti jantung dan mata, jika dokter Muslim yang dapat dipercaya dan
adil yakin terhadap kematian orang yang dipindahkan, karena yang hidup lebih
baik daripada yang mati, dan pembirian penglihatan pada awal kehidupan bagi manusia itu sebagai
nikmat yang besar yang selalu di inginkan (al-Fiqhu
al-Islam wa Adilatuhu, 3:521-522).
0 Response to "HUKUM AUTOPSI"
Posting Komentar