Haji adalah rukun Islam yang kelima, bagi setiap muslim yang sehat
jasmani dan rohani, sudah baligh, dan sudah mampu membayar ongkos naik haji
maka wajib untuk menunaikannya. Namun, seiring dengan perkembangan zaman,
banyak sekali program-program yang bisa membantu dan memudahkan seseorang yang
kurang mampu dalam membayar ONH. Salah satunya dengan sistem arisan haji,
sistem ini bisa dibilang dapat memudahkan bagi seseorang yang ingin me-nunaikan
ibadah haji, karena dana atau ONH bisa dibayar dengan secara bergiliran.
Bagaimana pandangan agama dalam hal ini?
a. Tidak wajib, karena tidak termasuk kategori istitho’ah
(mampu) jika yang mendapat arisan haji itu orang yang masih harus melunasi
setoran berikutnya, sebab sebagian dari uang yang diterimanya adalah uang
pinjaman. Kecuali apabila dia memiliki kelebihan (uang) yang cukup untuk
membayar hutangnya.
(مُسْتَطِيْعٌ) لِلْحَجِّ بِوُجْدَانِ
الزَّادِ ذِهَابًا وَإِيَّابًا وَأُجْرَةُ خَفِيْرٍ أي مُجِيْرٍ يَأْمَنُ مَعَهُ وَالرَّاحِلَةِ
أَوْ ثَمَنِهَا إِنْ كَانَ بَيْنَهُ وَبَيْنَ مَكَّةَ مَرْحَلَتَانِ أَوْ دُوْنَهُمَا
وَضَعُفَ عَنِ الْمَشْيِ مَعَ نَفَقَةِ مَنْ يَجِبُ عَلَيْهِ نَفَقَتُهُ وَكِسْوَتُهُ
إِلَى الرُّجُوْعِ
Orang yang
mampu haji adalah adanya ongkos pulang pergi dan upahnya buruh yang manjaga
keamanannya, adanya kendaraan atau ongkos untuk naik kendaraan apabila jarak
antara dia dan Mekah dua marhalah atau kurang dan dia tidak mampu jalan kaki,
adanya biaya hidup untuk orang yang menjadi tanggungannya (makanan dan pakaian)
sampai dia pulang. (Fath al-Mu’in, hal. 60)
Dan apabila orang yang masih harus melunasi setoran berikutnya jadi
melaksanakan haji, maka hajinya tetap sah selama ia termasuk orang yang mukallaf:
فَيُجْزِي حَجُّ الْفَقِيرِ وَكُلُّ عَاجِزٍ
حَيْثُ اجْتَمَعَ فِيهِ الْحُرِّيَّةُ وَالتَّكْلِيفُ كَمَا لَوْ تَكَلَّفَ الْمَرِيضُ
حُضُورَ الْجُمُعَةِ (نهاية المحتاج الجزء 3 ص 233)
Sah hajinya orang yang faqir dan orang yang
tidak mampu selama ia termasuk orang yang merdeka dan mukallaf sebagaimana
orang yang sakit memaksakan diri melaksanakan shalat Jum’at. (Nihayah
al-Muhtaj, juz 3, hal. 233)
b. Wajib, apabila dia menerima giliran terakhir, sehingga dia
tidak lagi menanggung hutang.
(مُسْتَطِيْعٌ) لِلْحَجِّ بِوُجْدَانِ
الزَّادِ ذِهَابًا وَإِيَّابًا وَأُجْرَةُ خَفِيْرٍ أي مُجِيْرٍ يَأْمَنُ مَعَهُ وَالرَّاحِلَةِ
أَوْ ثَمَنِهَا إِنْ كَانَ بَيْنَهُ وَبَيْنَ مَكَّةَ مَرْحَلَتَانِ أَوْ دُوْنَهُمَا
وَضَعُفَ عَنِ الْمَشْيِ مَعَ نَفَقَةِ مَنْ يَجِبُ عَلَيْهِ نَفَقَتُهُ وَكِسْوَتُهُ
إِلَى الرُّجُوْعِ
Orang yang mampu
haji adalah adanya ongkos pulang pergi dan upahnya buruh yang manjaga
keamanannya, adanya kendaraan atau ongkos untuk naik kendaraan apabila jarak
antara dia dan Mekah dua marhalah atau kurang dan dia tidak mampu jalan kaki,
adanya biaya hidup untuk orang yang menjadi tanggungannya (makanan dan pakaian)
sampai dia pulang. (Fath al-Mu’in, hal. 60)
Adapun ONH dari hasil arisan pada dasarnya tidak ada masalah:
(فَرْعٌ) الجَمَاعَةُ المَشْهُورَةُ بَيْنَ النِّسَاءِ بِأَنْ تَأْخُذَ اِمْرَأَةٌ مِنْ كُلِّ وَاحِدٍ مِنْ جَمَاعَةٍ
مِنْهُنَّ قَدْرًا مُعَيَّنًا فِيْ كُلِّ جُمْعَةٍ أَوْ شَهْرٍ فَتَدْفَعَهُ لِوَاحِدَةٍ إلَى آخِرِهِنَّ جَائِزَةٌ كَمَا قَالَهُ الوَلِيُّ
العِرَاقِيُّ. (القليوبى الجزء 2 ص 258)
Perkumpulan yang sudah
terkenal di antara para wanita, dimana masing-masing dari wanita tersebut mengeluarkan sejumlah uang tertentu pada setiap
hari jumat atau setiap bulan, dan memberikannya kepada seseorang dari mereka
secara bergantian sampai giliran yang terakhir, maka yang demikian adalah
boleh, sebagaimana pendapat al-Wali al-Iraqi. (al-Qolyubi, juz 2, hal. 258)
0 Response to "Hukum Naik Haji dengan Arisan"
Posting Komentar