HUKUM MENGGUGURKAN KANDUNGAN

 

HUKUM MENGGUGURKAN KANDUNGAN

Tujuan pernikahan selain menciptakan keluarga yang bahagia juga bertujuan untuk menjaga keturunan, namun tidak semua pasangan ingin segera memiliki keturunan, adakalanya masih ingin menikmati masa muda bersama pasangannya, maupun ingin fokus mengejar karir. Akan tetapi pada kenyataannya secara tidak sadar si istri hamil dan pasangan tersebut ingin menggugurkan janin yang dikandungnya.

Bagaimanakah hukum menggugurkan kandungan?

A.     Haram

Haram melakukan aborsi sekalipun roh belum ditiupkan, karena air mani apabila menetap di dalam rahim, meskipun belum melalui masa 40 hari, tidak boleh digugurkan.

يَحْرُمُ التَّسَبُّبُ فِي اسْقَاطِ الْجَنِينِ بَعْدَ اسْتِقْرَارِهِ فِي الرَّحْمِ بِاَنْ صَارَ عَلَقَةً اَوْ مُضْغَةً وَلَوْ قَبْلَ نَفْخِ الرُّوحِ كَمَا فِي التُّحْفَةِ. (بغية المسترشدين: 246)

“Haram menyebabkan gugurnya janin yang sudah ditetapkan dalam rahim sampai rahim yang mana janin itu sudah menjadi “alaqoh” atau “mudghoh” meskipun sebelum ditiupkannya ruh, seperti yang diterangkan dalam kitab Tuhfah” (Bughyah al-Mustarsyidin: 246)

B.     Tidak Haram

Menurut Imam Romli tidak haram menggugurkan kandungan, sebelum ditiupnya roh yaitu sebelum 120 hari (4 bulan).

وَقَالَ (م رِ) لَايَحْرُمُ اِلَّا بَعْدَ النَّفْخِ وَاخْتَلَفَ النَّقْلُ عَنِ الْحَنَفِيَّةِ فِي الْجَوازِ مُطْلَقًا وَفِي عَدَمِهِ بَعْدَ نَفْخِ الرُّوحِ وَهَلْ هُوَ كَبِيرَةٌ الْأَحْوَاطُ اَنْ يُقَالَ: اِنْ عُلِمَ الجَانِي بِوُجُوْدِ الْحَمْلِ بِقَرَائِنِ الْاَحْوَالِ وَتَعَمَّدَ فِعْلَ مَا يَجْهَضُ غَالِبًا وَقَدْ نُفِخَ فِيْهِ الرُّوْحُ وَلَمْ يُقْلِدْ الْقَائِلَ بِالْحِلِّ فَكَبِيْرَةٌ وَاِلَّا فَلَا. (بغية المسترشدين : 246)

Imam romli berkata: tidak haram (menggugurkan kandungan) kecuali setelah ditiupkan ruh. Pendapat yang dinukil dari Madzhab Hanafi yang mengatakan boleh secara mutlak itu diperselisihkan. Tidak boleh menggugurkan janin setelah tertiupnya ruh. Apakah hal tersebut termasuk dosa besar. Pendapat yang lebih hati-hati adalah Ketika orang yang menggugurkan mengetahui kondisi kehamilan dengan tanda-tanda dari tingkah lakunya, dan dia menyengaja berbuat sesuatu (menggugurkan) seperti pada umumnya, yang mana rahim sudah ditiupkan ruh, dan tidak mengikuti pendapat yang membolehkan maka termasuk dosa besar, jika dia tidak mengetahuinya maka tidak termasuk dosa besar. (Bughyah al-Mustarsyidin hal.246)

قَوْلُهُ: فَرْعٌ اَفْتَى اَبُوْ اِسْحَاقْ الخ. عِبَارَةُ التُّحْفَةِ فِي فَصْلِ عِدَّةِ الْحَامِلِ، فَرْعٌ: اِخْتَلَفُوْا فِي التَّسَبُّبِ لِإِسْقَاطِ مَا لَمْ يَصِلْ لِحَدِّ نَفْخِ الرُّوْحِ فِيْهِ وَهُوَ مِائَةٌ وَعِشْرِيْنَ يَوْمًا وَالَّذِي يَتَّجِهُ وِفَاقًا لِإِبْنِ الْعِمَادِ وَغَيْرِهِ. (اعانة الطالبين: ج 3، ص 130)

 “Abu Ishaq berfatwa dalam kitab ‘Ibaroh al-Tuhfah pada bab Iddah wanita hamil, ulama’ berbeda pendapat tentang penyebab menggugurkan janin yang belum sampai pada batas ditiupkannya ruh yakni seratus dua puluh hari yang sesuai dengan pendapat Ibnu ‘Imad dan yang lainnya” (I’anah al-Thalibin Juz III hal.130)

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "HUKUM MENGGUGURKAN KANDUNGAN"

Posting Komentar