HUKUM MELUKIS BUNDA MARIA
Pelukis adalah seseorang yang menciptakan karya
seni dua dimensi berupa lukisan dan sekaligus menjadi pekerjaan.
Dalam satu kasus, ada seorang muslim yang
pekerjaannya sebagai pelukis. Kemudian dia mendapatkan pesanan dari salah satu
gereja untuk melukis lukisan Bunda Maria di tembok gereja. Dikarenakan upah
yang didapatkan dipergunakan untuk kebutuhan hidupnya dan keluarganya, muslim
tersebut menerima pesanan tersebut.
Bagaimana hukum seseorang yang berprofesi sebagai pelukis muslim, melukis bunda maria pada tembok gereja?
A. Tidak Boleh (Haram(
Karena termasuk membantu dan memberi dukungan
berupa apapun pada non muslim dalam urusan akidah & 'ubudiyah itu haram.
وَمِنْهَا أَيْ مِنْ مَعَاصِى الْبَدَنِ
الْاِعَانَةُ عَلَى الْمَعْصِيَةِ أَيْ عَلَى مَعْصِيَةٍ مِنْ مَعَاصِى اللَّهِ
بِقَوْلٍ اَوْ فِعْلٍ اوْ غَيْرِهِ ثُمَّ اِنْ كَانَتْ الْمَعْصِيَةُ كَبِيرَةً
كَانَتْ الْإِعَانَةُ عَلَيْهَا كَذَالِكَ كَمَا فِي الزَّوَاجِرِ قَالَ فِيهَا
وَذِكْرِي لِهَذَيْنِ أَيْ الرِّضَا بِهَا وَالإِعَانَةِ عَلَيْهَا بِاَيِّ نَوْعٍ
كَانَ ظَاهِرٌ. مَعْلُومٌ مِمَّا سَيَأْتِي فِي الاَمْرِ بِالْمَعْرُوفِ
وَالنَّهْيِ عَنِ الْمُنْكَرِ. (اسعاد الرفيق: ج٢، ص١٢٧)
Di antara
maksiat badan
adalah ikut terlibat dalam maksiat yang dimurkai Allah, baik berupa ucapan,
perbuatan dll. Bila maksiat tadi tergolong dalam dosa besar, maka dosa yang
didapat dari keterlibatannya pun juga besar, seperti dijelaskan dalam kitab
Zawajir. Ibn Hajar berkata: “(alasan) saya menyebutkan dua hal di atas, yakni
membiarkan maksiat terjadi dan terlibat di dalamnya dengan berbagai macam
ragamnya, sudah cukup jelas dan maklum seperti yang akan dijelaskan dalam bab
Amr Ma’ruf Nahi Munkar”. (Is’ad ar Rafiq 2:127)
وَلَا يَصِحُّ الِاسْتِئْجَارُ لِتَعْلِيمِ
التَّوْرَاةِ وَالْإِنْجِيلِ وَالسِّحْرِ وَالْفُحْشِ وَالنُّجُومِ وَالرَّمْلِ
وَلَا لِخِتَانِ صَغِيرٍ لَا يَحْتَمِلُ وَلَا لِخِتَانِ كَبِيرٍ فِي شِدَّةِ
بَرْدٍ وَحَرٍّ وَلَا لِزَمْرٍ وَنِيَاحَةٍ وَحَمْلِ مُسْكِرٍ غَيْرِ مُحْتَرَمٍ
إلَّا لِلْإِرَاقَةِ وَلَا لِتَصْوِيرِ حَيَوَانٍ وَسَائِرِ الْمُحَرَّمَاتِ وَلَا
يَحِلُّ أَخْذُ عِوَضٍ عَلَى شَيْءٍ مِنْ ذَلِكَ كَبَيْعِ الْمَيْتَةِ وَكَمَا
يَحْرُمُ أَخْذُ عِوَضٍ عَلَى ذَلِكَ يَحْرُمُ إعْطَاؤُهُ إلَّا لِضَرُورَةٍ
كَفَكِّ أَسِيرٍ وَإِعْطَاءِ شَاعِرٍ دَفْعًا لِهَجْوِهِ وَظَالِمٍ دَفْعًا لِظُلْمِهِ
اهـ نِهَايَةٌ (تحفة المحتاج في شرح المنهاج وحواشي الشرواني والعبادي: ج 6 ، ص 13(
“Tidak sah Akad sewa untuk mengajarkan taurat, injil, sihir, kata-kata kotor, ilmu nujum. Tidak sah juga akad sewa untuk mengkhitan anak kecil yang tidak mampu dan mengkhitan orang dewasa pada kondisi sangat dingin dan panas. Tidak sah akad sewa untuk meniup suling, dan membawa sesuatu yang memabukkan. Tidak sah akad sewa untuk menggambar hewan dan semua jenis makhluk yang mulia. Tidak halal mengambil upah dari hal tersebut seperti menjual bangkai. Sesuatu yang haram diambil upahnya maka haram memberikannya kecuali dhorurat seperti lepasnya seorang tawanan, memberi upah kepada penyair untuk mencegah caciannya, dan memberikan upah kepada orang dholim untuk mencegah kedhalimannya” (Tuhfat al-Muhtaaj fi Syarh al-Minhaj wa Hawasyi al-Syarwaniy wa al-‘Ibadiy, 6:13).
B. Boleh
Sementara itu, mazhab Imam Hanafi memperbolehkan
seorang muslim untuk bekerja membangun tempat ibadah agama lain, karena
substansi dari membangun sebuah bangunan bukanlah suatu kemaksiatan dan hanya
mengharapkan upahnya saja.
يَجُوزُ لِلشَّخْصِ عِنْدَ أَبِي حَنِيفَةَ أَنْ
يُؤَجِّرَ نَفْسَهُ أَوْ سَيَّارَتَهُ أَوْ دَابَّتَهُ بِأَجْرٍ لِتَعْمِيرِ
كَنِيسَةٍ، أَوْ لِحَمْلِ خَمْرِ ذِمِّيٍّ، لَا لِعَصْرِهَا لِأَنَّهُ لَا
مَعْصِيَةَ فِي الْفِعْلِ عَيْنَهُ (الفقه الاسلام وادلته للزحيلي: ج٣، ص٢٦٨٧-٢٦٩٠)
“Menurut
Imam Abu Hanifah boleh bagi seseorang untuk menyewakan dirinya, mobilnya, atau
tunggangannya dengan upah untuk membangun gereja atau membawa khamr milik
dzimmi, bukan untuk memeras anggur (untuk dijadikan khamr), karena tidak ada
kemaksiatan dalam inti pekerjaan itu” (Al-Fiqh al-Islam Wa Adillatuhu Li
az-Zuhaili, 3:2678-2690).
وَفِي التَّتَارْخَانِيَّةِ: وَلَوْ أَجَّرَ
الْمُسْلِمُ نَفْسَهُ لِذِمِّيٍّ لِيَعْمَلَ فِي الْكَنِيسَةِ فَلَا بَأْسَ بِه (إبن
نجيم، البحر الرائق شرح كنز الدقائق: ج٨، ص٢٣١)
Di dalam
Al-Fatawa At-Tatarkhaniyah (kitab kumpulan fatwa mazhab Hanafi karya Syeikh
Alim bin al-‘Ala ad-Dahlawi): Jika seorang muslim menyewakan (menjual jasa)
dirinya kepada seorang dzimmi untuk bekerja digereja, maka boleh”. (Al-Bahr Ar-Ra’iq Syarh Kanz ad-Daqa’iq,
8:231)
0 Response to "HUKUM MELUKIS BUNDA MARIA"
Posting Komentar