BAGAIMANA HUKUM SERUMAH BAGI SUAMI YANG SUDAH DIKHULU’
ISTRINYA
Khulu’ secara bahasa
adalah melepaskan atau menanggalkan. Disebut “menanggalkan” karena pasangan
suami-istri diibaratkan sebagai pakaian antara satu dengan yang lain. Kemudian,
secara terminologis, Khulu’ adalah gugatan cerai yang diajukan oleh
istri kepada suami disertai dengan kompensasi atau tebusan yang diberikan istri
kepada suami. Ketika seorang suami menyetujui Khulu’ sang istri, maka
terjadilah perceraian antara mereka. Mereka tidak lagi menjadi sepasang suami
istri.
Bagaimana jika kedua mantan suami istri ini tetap tinggal serumah dengan alasan menunggu proses perceraian di peradilan agama selesai ?
A. Tidak boleh
Tidak boleh bagi suami yang telah menyetujui khulu’ istri untuk masih tetap tinggal serumah dengan mantan istri jika tidak ada salah satu mahram dari keduanya, pembantu, atau perempuan lain yang dapat dipercaya dengan syarat berakal, baligh, murahiq (menjelang baligh), tamyiz atau sekiranya mantan suami istri tersebut sungkan atas keberadaanya di dalam rumah.
B. Boleh
Jika keduanya tinggal dalam satu bangunan, maka
harus berbeda tempat dan terpisah segala fasilitasnya, masing-masing mempunyai
fasilitas sendiri-sendiri misalnya dapur, kamar mandi, tempat istirahat, dll.
Contoh bangunan seperti ini adalah kost atau hotel.
Jika keduanya tinggal di dalam rumah atau bangunan
yang fasilitasnya menjadi satu (seperti rumah tinggal pribadi), maka Wajib
terdapat salah satu dari mahram dari laki-laki atau mahram dari perempuan,
istri lain dari suami, pembantu, atau perempuan lain yang dapat dipercaya dan
para mahram serta orang di atas disyaratkan berakal, baligh, murahiq,
tamyiz atau sekiranya mantan suami istri tersebut sungkan atas
keberadaanya di dalam rumah.
ﻣَﺴْﺄَﻟَﺔٌ: هَلْ ﻳَﺤِﻞُّ ﻟَﻪُ ﻣُﺴَﺎﻛَﻨَﺔُ
اﻟْﻤُﻌْﺘَﺪَّﺓِ ﻣِﻨْﻪُ؟
اﻟْﺠَﻮَاﺏُ: ﺇِﻥْ ﺳَﻜَﻦَ ﻛُﻞٌّ ﻣِﻨْﻬُﻤَﺎ
ﻓِﻲ ﻣَﺴْﻜَﻦٍ ﻣِﻦ ﺩَاﺭٍ ﻣُﻨْﻔَﺮِﺩَﺓٍ ﺑِﻤَﺮَاﻓِﻘِﻪِ: ﻛَﺎﻟْﻤَﻄْﺒَﺦِ، ﻭَاﻟْﺒِﺌْﺮِ،
ﻭَاﻟْﻤُﺴْﺘَﺮَاﺡِ، ﻭَاﻟْﻤَﺼْﻌَﺪِ ﺇِﻟَﻰ اﻟﺴَّﻄْﺢِ ﻭَﻧَﺤْﻮِﻩِ ﺟَﺎﺯَ ﻭَﺇِﻥِ
اﺗَّﺤَﺪَﺕْ اﻟْﻤَﺮَاﻓِﻖُ ﻟَﻢْ ﻳَﺠُﺰْ؛ ﺇِﻻَّ ﺃَﻥْ ﻳَﻜُﻮْﻥَ هُنَاﻙَ ﻣَﺤْﺮَﻡٌ ﻟَﻪُ
ﺃَﻭْ ﻟَﻬَﺎ ﻣِﻦَ اﻟﺮِّﺟَﺎﻝِ، ﺃَﻭِ اﻟﻨِّﺴَﺎءِ، ﺃَﻭْ ﺯَﻭْﺟَﺔٍ ﺃَﻭْ ﺟَﺎﺭِﻳَﺔٍ، ﺃَﻭْ
اِﻣْﺮَﺃَﺓٍ ﺃَﺟْﻨَﺒِﻴَّﺔٍ ﺛِﻘَﺔٍ، ﻭَﻳُﺸْﺘَﺮَﻁُ ﻓِﻲ هَذَا اﻟْﻤَﺤْﺮَﻡِ ﻭَﻏَﻴْﺮِﻩِ
ﺃَﻥْ ﻳَﻜُﻮْﻥَ ﻋَﺎﻗِﻼً، ﺑَﺎﻟِﻐًﺎ، ﺃَﻭْ ﻣُﺮَاهِقًا، ﺃَﻭْ ﻣُﻤَﻴِّﺰًا،ﺑِﺤَﻴْﺚُ
ﻳَﺴْﺘَﺤِﻰْ ﻣِﻨْﻪُ (فتاوى النووي: ج١، ص ١٢٠)
"Apakah
boleh bagi suami bertempat tinggal yang sama dengan wanita yang sudah dalam
status masa iddah?
Jawaban:
Apabila tinggal serumah dengan ruangan yang bersebelahan dengan fasilitas
sendiri-sendiri, misalnya dapur, kamar mandi, tempat istirahat, tangga untuk
naik ke lantai atas semuanya tersendiri, maka hukumnya boleh. Namun apabila
fasilitas tersebut masih menjadi satu maka hukumnya tidak boleh, kecuali jika
di rumah tersebut ada Mahram perempuan dari suami, atau mahrom laki-laki dari
istri, atau beberapa perempuan lainnya atau ada salah satu istri suami, atau
ada pembantu, atau perempuan lain yang dapat dipercaya. Bagi para mahram atau
orang yang tersebut di atas harus memenuhi syarat yaitu berakal dan baligh atau
murahiq atau tamyiz, sekiranya suami / istri malu dengan adanya
mereka" (Fatawa an Nawawi, 1:20).
ﻓَﺼْﻞٌ ﻳَﺤْﺮُﻡُ ﻋَﻠَﻰ اﻟﺰَّﻭْﺝِ ﻣُﺴَﺎﻛَﻨَﺔُ
اﻟْﻤُﻌْﺘَﺪَّﺓِ ﺇِﻻَّ ﻓِﻲ ﺩَاﺭِ ﻭَاﺳِﻌَﺔٍ ﻣَﻊَ ﻣَﺤْﺮَﻡٍ ﻟَﻬَﺎ. (حاشية الجمل: ج٤،
ص٤٦٤)
Haram bagi suami tinggal satu rumah dengan istri
yang sedang menjalani masa iddah, kecuali jika rumah nya itu luas, serta si
istri bersama mahramnya. (Hasyiyah al Jamal, 4:464)
0 Response to "BAGAIMANA HUKUM SERUMAH BAGI SUAMI YANG SUDAH DIKHULU’ ISTRINYA"
Posting Komentar