STATUS
NIKAH DI DEPAN JENAZAH
Budaya di tanah Jawa ketika ada pasangan belum
melaksanakan aqad nikah, kemudian orang tua dari salah satu pihak mempelai
meninggal dunia maka mereka melangsungkan pernikahan di depan jenazah orang tua
yang telah dimandikan. Nikah di depan jenazah ini dilaksanakan karena mitos
yang berkembang di masyarakat secara turun menurun, jika pernikahan tidak
dilakukan saat itu juga, maka sepasang calon pengantin tidak boleh melakukan
pernikahan dalam waktu dekat. Ada yang menyebutkan harus menunggu satu tahun
setelah kematian orang tua, ada pula yang menyebutkan usai acara 1000 harinya.
Bagaimana hukum pernikahan tersebut? Dan bagaimana
hukum meyakini mitos yang telah disebutkan di atas?
Pernikahan yang dilangsungkan tetap sah, selagi
terpenuhi rukun dan syarat nikah.
Terkait meyakini mitos tersebut di atas:
A. Boleh
Jika seseorang tersebut meyakini bahwa segala sesuatu hanya Allah saja yang menjadikannya baik dalam hal sebab akibat dalam kebiasaannya.
B. Tidak Boleh
Jika seseorang tersebut meyakini bahwa suatu hal
yang terjadi dikarenakan hal itu sendiri, bukan karena Allah SWT.
(مَسْأَلَةٌ) إِذَا سَأَلَ رَجُلٌ اُخْرَى
هَلْ لَيْلَةَ كَذَا اَوْ يَوْمَ كَذَا يَصْلُحُ لِلْعَقْدِ اَوِ النَّقْلَةِ
فَلَا يَحْتَاجُ إِلَى جَوَابٍ لِاَنَّ الشَّارِعَ نَهَى عَنِ اعْتِقَادِ ذَلِكَ
وَزَجَرَ عَنْهُ زَجْرًا بَلِيغًا فَلَا عِبْرَةَ بِمَنْ يَفْعَلُهُ. وَذَكَرَ
ابْنُ الْفَرْكَاحِ عَنِ الشَّافِعِيِّ اَنَّهُ اِنْ كَانَ الْمُنَجِّمُ يَقُولُ
وَيَعْتَقِدُ انَّهُ لَا يُؤْثِّرُ اِلَّا اللَّهُ وَلَكِنْ أَجْرَى اللَّهُ
الْعَادَةَ بِأَنَّهُ يَقَعُ كَذَا عِنْدَ كَذَا. وَالْمُؤَثِّرُ هُوَ اللَّهُ
عَزَّ وَجَلَّ. فَهَذِهِ عِنْدِي لَا بَأْسَ فِيهِ وَحَيْثُ جَاءَ الذَّمُّ
يُحْمَلُ عَلَى مَنْ يَعْتَقِدُ تَأْثِيرَ النُّجُومِ وَغَيْرِهَا مِنْ
الْمَخْلُوقَاتِ. وَافْتَى الزَّمْلَكَانِيُّ بِالتَّحْرِيمِ مُطْلَقًا. (بغية المسترشدين
وبالهامش غاية تلخيص المراد من فتاوي ابن زياد ١: ٣٣٧)
Apabila
seseorang bertanya pada orang lain, apakah malam ini baik untuk digunakan akad
nikah atau pindah rumah maka pertanyaan seperti ini tidak perlu dijawab, karena
nabi melarang meyakini hal semacam itu dan mencegahnya dengan tegas, maka tidak
ada pertimbangan lagi bagi orang yang masih mengerjakannya. Imam Ibnu Farkah
menuturkan dengan mengambil pendapat Imam Syafi’i bahwa apabila ahli nujum
tersebut meyakini sesungguhnya yang menjadikan segala sesuatu hanya Allah, dan
juga yang menjadikan sebab akibat dalam setiap kebiasaan, maka menurutku
keyakinan seperti ini tidak apa-apa. Justru yang bermasalah dan tercela adalah
bila seseorang berkeyakinan bahwa yang menyebabkan terjadinya sesuatu adalah
pengaruh perbintangan dan makhluk lainnya (bukan Allah). Menurut imam
Zamlakaniy percaya pada hal tersebut diatas hukumnya adalah haram mutlak
(Bughyah al Mustarsyidin Wa Bi al Hamisy Ghayah Talkhish al Murad Min Fatawi
Ibnu Ziyad, 1:337).
0 Response to "STATUS NIKAH DI DEPAN JENAZAH "
Posting Komentar